
BPJS Tepis Isu Bangkrut dan Gagal Bayar di 2025
- Untuk meningkatkan efisiensi dan mencegah potensi kecurangan (fraud), BPJS Kesehatan kini mengimplementasikan sistem kecerdasan buatan (AI) dalam proses penyaringan klaim. Teknologi ini memungkinkan deteksi dini terhadap klaim yang berpotensi bermasalah, sehingga mengurangi risiko pembayaran yang tidak sesuai dengan prosedur.
Nasional
JAKARTA - Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan BPJS tidak akan mengalami gagal bayar hingga 2025, meskipun isu kebangkrutan beredar luas di media sosial.
Menurutnya, kondisi keuangan BPJS Kesehatan masih dalam kondisi stabil dan mampu memenuhi kewajibannya kepada rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang bekerja sama. "Saya tekankan di sini, sampai 2025 BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar," jelas Ali Ghufron, saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, di Senayan, dikutip Rabu, 12 Februari 2024.
Untuk meningkatkan efisiensi dan mencegah potensi kecurangan (fraud), BPJS Kesehatan kini mengimplementasikan sistem kecerdasan buatan (AI) dalam proses penyaringan klaim. Teknologi ini memungkinkan deteksi dini terhadap klaim yang berpotensi bermasalah, sehingga mengurangi risiko pembayaran yang tidak sesuai dengan prosedur.
Namun, penerapan AI juga berdampak pada meningkatnya jumlah klaim yang tersaring. Sehingga rumah sakit perlu melakukan klarifikasi lebih lanjut agar klaim mereka dapat diproses dengan baik dan tidak tertunda.
- ROE LPEI Berbalik Positif, Jumlah Desa Devisa Hampir Capai 2.000
- Jurus OJK Cegah Greenwashing dalam Pembiayaan Hijau
- Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, Inilah Profil Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata
Selain itu, isu mengenai BPJS yang menunggak pembayaran klaim rumah sakit selama 3-6 bulan juga dibantah. BPJS memastikan klaim yang tidak mengalami dispute atau pending akan diproses dan dibayarkan dalam waktu maksimal 15 hari setelah diajukan. "Tidak akan gagal bayar, karena di medsos, waduh bunyinya gagal bayar. 3 bulan baru dibayar, 6 bulan baru dibayar rumah sakit. Saya sampaikan tidak ada," jelas Ali.
Mekanisme ini berbeda dengan sistem pembayaran asuransi swasta yang memiliki kebijakan dan prosedur tersendiri. Meski demikian, dalam praktiknya, masih ada klaim yang mengalami keterlambatan pembayaran karena berbagai faktor administratif dan teknis.
Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Jawa Timur melaporkan bahwa total klaim tertunda di wilayah tersebut mencapai Rp500 miliar, mencakup sekitar 12.000 layanan di 439 rumah sakit.
Penyebab utama tertundanya klaim meliputi kesalahan dalam kode diagnosis, indikasi perawatan yang tidak sesuai dengan ketentuan, serta kurangnya dokumen pendukung yang diperlukan dalam proses verifikasi.
Untuk mengatasi hal ini, rumah sakit diharapkan lebih teliti dalam mengajukan klaim dan memastikan kelengkapan dokumen agar proses pembayaran dapat berjalan lebih lancar.
- ROE LPEI Berbalik Positif, Jumlah Desa Devisa Hampir Capai 2.000
- Jurus OJK Cegah Greenwashing dalam Pembiayaan Hijau
- Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, Inilah Profil Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan diperlukan guna menjaga keberlanjutan layanan kesehatan. Inflasi di sektor kesehatan yang mencapai 15% per tahun membuat penyesuaian iuran menjadi kebutuhan mendesak.
"Setiap tahun inflasi kesehatan naik 15%. Tidak mungkin dana yang tersedia saat ini bisa terus menanggung kenaikan tersebut tanpa penyesuaian," ujar Budi dalam kesempatan yang sama.
Kenaikan iuran BPJS terakhir terjadi pada tahun 2020. Jika tidak ada penyesuaian, keuangan BPJS berpotensi terganggu karena biaya layanan kesehatan yang terus meningkat.
Penerima Bantuan Iuran (PBI) tidak akan terdampak oleh kenaikan iuran, karena biaya mereka tetap ditanggung oleh pemerintah. Beban kenaikan hanya akan ditanggung oleh peserta mandiri dan non-PBI.
Budi mengakui bahwa kenaikan iuran BPJS bukan kebijakan yang populer. Namun, jika tarif tetap stagnan sementara biaya kesehatan terus meningkat, BPJS bisa menghadapi kesulitan keuangan yang lebih besar di masa depan. “Jika iuran naik, kita harus memastikan masyarakat miskin tidak terkena dampaknya. Mereka tetap akan dicover 100% oleh pemerintah” tambah Budi.
Kementerian Kesehatan juga menyoroti adanya klaim fiktif sebagai masalah serius yang merugikan negara. Fasilitas kesehatan atau individu yang terbukti melakukan kecurangan bisa dikenai sanksi tegas guna mencegah penyalahgunaan dana BPJS.