BPK Nilai Pengendalian Penghitungan GWM BI Masih Lemah
- Penilaian tersebut termaktub dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) 2023 dari BPK, yang di dalamnya BPK mencantumkan beberapa masalah yang ditemukan pada Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) 2022.
Nasional
JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai bahwa pengendalian dalam penghitungan pemenuhan giro wajib minimum (GWM) Bank Indonesia (BI) masih lemah.
Penilaian tersebut termaktub dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) 2023 dari BPK, dikutip Kamis 7 Desember 2023. Di dalamnya BPK mencantumkan beberapa masalah yang ditemukan pada Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) 2022.
Akan tetapi, permasalahan tersebut dinilai BPK tidak berdampak secara signifikan terhadap kewajaran penyajian LKTBI.
- Pertamina Geothermal (PGEO) Proyeksikan Panas Bumi Sumbang 16% Dekarbonisasi Indonesia
- Izin Usaha Dicabut, 2 BPR Ini Masuki Proses PKPU
- Sambut Libur Nataru, Garuda Indonesia Siapkan 1,89 Juta Kursi
Berikut ini rincian dari beberapa masalah yang ditemukan BPK dari LKTBI 2022:
Lemahnya Pengendalian Penghitungan GWM
Salah satu permasalahan yang diungkapkan oleh BPK adalah lemahnya pengendalian dalam penghitungan pemenuhan GWM.
Penghitungan GWM dan sanksi ketidakpatuhan dinilai BPK belum didasarkan pada data saldo giro bank rupiah dan dana pihak ketiga (DPK) rata-rata, serta data suku bunga yang valid.
Beberapa indikator ketidakakuratan termasuk perbedaan data antara aplikasi Giro Moneter dan Makroprudensial (GMMP), Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), dan Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST).
Selain itu, data DPK rata-rata pada aplikasi GMMP belum mengakomodasi koreksi dari bank, dan data suku bunga Indonesia Overnight Index Average (IndONIA) tidak konsisten antara website BI dan aplikasi GMMP.
Berdasarkan temuan ini, BPK merekomendasikan kepada Gubernur BI agar menginstruksikan Kepala Departemen Pengembangan dan Inovasi Digital (DPID), Departemen Inovasi dan Digitalisasi Data (DIDD), dan Departemen Layanan Digital dan Keamanan Siber (DLDS) untuk mengembangkan fungsi rekonsiliasi data saldo giro secara otomatis pada aplikasi GMMP dengan Enterprise Data Warehouse Keuangan Internal.
Selain itu, Kepala Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan diminta untuk melakukan konfirmasi kepada bank jika terdapat koreksi data DPK pada aplikasi Antasena dan menyesuaikan data DPK pada GMMP.
Pengendalian BI-FAST
Selanjutnya, BPK menyoroti adanya permasalahan terkait pengendalian pasca-implementasi BI-FAST, seperti adanya bugs pengiriman data yang menyebabkan indikasi pengiriman ganda dan selisih data rekapitulasi Individual Credit Transfer (ICT) BI-FAST.
Hal ini berdampak pada ketidakakuratan pendapatan jasa transaksi BI-FAST tahun 2022. Selisih saldo Rekening Antar Sistem pada BI-RTGS dan BI-FAST juga menimbulkan risiko kegagalan top up pada Rekening Setelmen Dana (RSD) BI-FAST.
Monitoring terhadap kegagalan transaksi akibat ketidakcukupan dana juga belum memadai, menyebabkan risiko denda sanksi administratif yang belum dibebankan kepada Peserta BI-FAST.
BPK merekomendasikan Gubernur BI untuk memerintahkan Kepala DPID dan DLDS melakukan penyempurnaan aplikasi BI-FAST terkait pengiriman data transaksi BI-FAST ke aplikasi sekitarnya dan proses top up RSD BI-FAST.
Selain itu, Kepala Departemen Pengelolaan Sistem Pembayaran diminta untuk menyempurnakan logbook pemantauan BI-FAST.
- Saham Janu Putra (AYAM) jadi Efek Syariah, Ini Rincian Alokasi Dana IPO
- Pasar Tembaga Global Berpotensi Defisit pada 2024
- Soal Pembagian Dividen, Puradelta Lestari (DMAS) Beberkan Strategi Penting Ini
Proses dan Pelaksanaan Pengadaan
Terakhir, terdapat permasalahan terkait proses dan pelaksanaan pengadaan yang belum memadai, seperti keterlambatan dalam pekerjaan pembangunan International Conference and Meeting Room tanpa dikenakan denda.
Akibatnya, BI mengalami kesulitan memanfaatkan ruangan sesuai jadwal yang telah direncanakan, dan terjadi kekurangan penerimaan berupa denda sebesar Rp1,75 miliar.
BPK merekomendasikan Gubernur BI agar memerintahkan Kepala Departemen Pengelolaan Logistik dan Fasilitas untuk menetapkan dan menagih denda kepada PT KMS atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan sebesar Rp1,75 miliar.