
BPK Temukan 3 Masalah dalam Laporan Keuangan OJK
- Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan beberapa masalah dalam laporan keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Nasional
JAKARTA - Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan beberapa masalah dalam laporan keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Meskipun demikian, permasalahan yang diidentifikasi tidak berdampak secara signifikan terhadap kewajaran penyajian Laporan Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (LK OJK) Tahun 2022.
Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) 2023 BPK, terdapat beberapa masalah yang menjadi sorotan, dan dari setiap permasalahan tersebut, BPK memberikan rekomendasi kepada OJK sebagai solusi.
- Pertamina Geothermal (PGEO) Proyeksikan Panas Bumi Sumbang 16% Dekarbonisasi Indonesia
- Saham Petrosea (PTRO) Menguat Usai Orang Kepercayaan Prajogo Pangestu jadi Komisaris-Direksi
- Sambut Libur Nataru, Garuda Indonesia Siapkan 1,89 Juta Kursi
Berikut ini permasalahan-permasalahan yang dimaksud.
1. Tidak Melakukan Pungutan Biaya ke Sejumlah Pihak
Salah satu temuan signifikan adalah OJK tidak melakukan pungutan terhadap 242 lembaga keuangan mikro (LKM), 105 ahli syariah pasar modal (ASPM), dan 13 layanan urun dana (LUD) yang telah mendapatkan izin usaha.
Akibatnya, potensi kekurangan pendapatan pungutan biaya tahunan pada tahun 2022 mencapai Rp2,56 miliar dari LKM. Begitu juga, potensi kekurangan pendapatan dari ASPM dan LUD belum dapat dihitung.
BPK merekomendasikan langkah-langkah perbaikan, termasuk kajian teknis tentang besaran tarif pungutan untuk LKM dan koordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait peraturan pemerintah mengenai tarif pungutan industri jasa keuangan di sektor pasar modal.
- Saham Janu Putra (AYAM) jadi Efek Syariah, Ini Rincian Alokasi Dana IPO
- Pasar Tembaga Global Berpotensi Defisit pada 2024
- Soal Pembagian Dividen, Puradelta Lestari (DMAS) Beberkan Strategi Penting Ini
2. Tidak Adanya Pungutan PPN pada Kontrak Pengadaan Jasa
Temuan lainnya adalah tidak adanya pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas biaya personel pada kontrak pengadaan jasa petugas layanan konsumen, menyebabkan kekurangan penyetoran PPN sebesar Rp1 miliar.
BPK merekomendasikan agar OJK memerintahkan Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen untuk menyelesaikan kekurangan tersebut.
3. Kelebihan Pembayaran Akibat Penggunaan Kurs Asumsi
Selain itu, ditemukan kelebihan pembayaran sebesar Rp100,75 juta akibat penggunaan kurs asumsi dalam pembayaran biaya ujian sertifikasi dan registrasi keanggotaan tahun pertama pada kontrak pengadaan jasa konsultasi pelatihan dan ujian sertifikasi profesi internasional Certified Fraud Examiner (CFE) IHPS I Tahun 2023.
BPK merekomendasikan agar OJK memerintahkan Deputi Komisioner SDM dan Manajemen Strategis untuk menagihkan kelebihan pembayaran tersebut kepada rekanan dan menyetorkannya ke rekening OJK, selanjutnya ditransfer ke kas negara.