<p>Media Briefing di Kantor BPKN, Jakarta, Senin, 2 Maret 2020</p>
Nasional

BPKN Desak Lembaga Penjamin Polis Cepat Dibentuk

  • JAKARTA-Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) desak pembentukan lembaga penjamin polis demi jaga kepercayaan nasabah asuransi. BPKN mengkritisi rentetan kasus gagal bayar berbagai perusahaan asuransi besar akhir-akhir ini. Hal ini tentunya dapat merusak citra industri asuransi. Misalkan krisis likuiditas yang saat ini terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), AJB Bumiputera 1912, dan Asuransi Kresna Life. Kasus […]

Nasional
Reky Arfal

Reky Arfal

Author

JAKARTA-Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) desak pembentukan lembaga penjamin polis demi jaga kepercayaan nasabah asuransi.

BPKN mengkritisi rentetan kasus gagal bayar berbagai perusahaan asuransi besar akhir-akhir ini. Hal ini tentunya dapat merusak citra industri asuransi.

Misalkan krisis likuiditas yang saat ini terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), AJB Bumiputera 1912, dan Asuransi Kresna Life. Kasus sektor keuangan yang menjadi sorotan publik ini sangat merugikan konsumen.

Padahal Pemerintah dalam Perpres No.50/2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen sudah jelas menetapkan sektor keuangan sebagai salah satu sektor prioritasnya.

Ketua BPKN RI Rizal E Halim mengatakan, BPKN sudah memberikan rekomendasi terkait asuransi kepada Presiden sejak 2019. Ia menegaskan telah mendesak pemerintah merealisasikan pembentukan lembaga penjamin polis untuk kepastian hukum perlindungan konsumen asuransi agar lebih terjemin.

“Tentunya sebagaimana amanat UU No 40/2014 tentang perasuransian. Kami juga minta peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengawasan klausula baku ditingkatkan,” katanya.

OJK punya peran penting dalam melakukan kontrol perjanjian sebelum digunakan perusahaan asuransi. Di samping itu, harus memastikan perjanjian tidak melanggar ketentuan dalam klausula baku dalamUUPK dan POJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Pengawasan Lemah

Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Firman Turmantara mengatakan kasus gagal bayar perusahaan asuransi ini disebabkan oleh pengawasan dari regulator yang lemah.

Firman berpendapat konsumen punya hak atas perlindungan klaim asuransi dari penganggung (perusahaan asuransi). Pasal 4 huruf d, e, h, UUPK jo. Pasal 1 butir 1 UU no. 40 tahun 2014 tentangn Perasuransian dan Kewajiban bagi Penanggung (Perusahaan Asuransi) memenuhi apa yang menjadi hak konsumen (Pasal 7 huruf a, f, g UUPPK)

Kondisi penanggung dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tetap wajib memperhatikan nasabah. Artinya, hak konsumen asuransi tidak boleh dirugikan dengan kondisi yang dialami perusahaan.

“Tentunya semua demi menjaga kepercayaan masyarakat sebagai nasabah asuransi,” tutupnya.