BPR Jadi Bank Perekonomian Rakyat, Sri Mulyani: Revitalisasi Penggerak Roda Perekonomian
- Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau Omnibus Law Keuangan, nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diubah menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
Nasional
JAKARTA - Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau Omnibus Law Keuangan, nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diubah menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa perubahan tersebut tidak terlepas dari rencana revitalisasi peran BPR sebagai penggerak roda perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.
“Maka istilah BPR atau Bank Perkreditan Rakyat diganti menjadi Bank Perekonomian Rakyat dalam RUU tersebut,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, dilansir pada Jumat, 9 Desember 2022.
- Genjot Pertumbuhan Nasabah Prioritas, Bank Muamalat Buka Priority Center di Buaran
- Kisruh Beda Data Stok Beras Kementan vs Bulog Berujung Impor
- RUU PPSK Segera Disahkan, Anggota Parpol Tak Bisa jadi Dewan Gubernur Bank Indonesia
Dalam draf RUU PPSK terbaru versi 5.0 pada 8 Desember 2022, adapun BPR dan BPRS pada pasal 1 bagian 2 tentang perbankan menyebutkan Bank Perekonomian Rakyat melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Nantinya Kegiatan usaha Bank Perekonomian Rakyat yaitu, penukaran valuta asing sebagaimana bank umum. Lalu melakukan pengaturan, perizinan, pengawasan, pemeriksaan dan pengenaan sanksi terhadap kegiatan usaha penukaran valuta asing oleh Bank Umum dan Bank Perekonomian Rakyat dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan
Adapun perubahan nomenklatur Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah menjadi Bank Perekonomian Rakyat Syariah, dilakukan paling lama dua tahun, terhitung sejak RUU tersebut diundangkan.
Bendahara negara ini mengaku bahwa dalam RUU tersebut, tata kelola perbankan dan perbankan syariah sebagai sektor dominan di dalam keuangan Indonesia, diarahkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mendorong daya saing di tingkat regional.
Menurutnya, Indonesia dirasa perlu untuk perlu mengejar ketertinggalan di tingkat regional untuk mendapatkan dampak yang masif. Selain itu, reformasi di di bidang tata kelola dilakukan secara menyeluruh, mulai dari penataan regulasi industri keuangan hingga penegakan hukum.