Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS. (Dok. BPS)
Nasional

BPS Minta Tambah Rp2 Triliun Untuk Sensus Ekonomi

  • Biaya tinggi yang dibutuhkan dipengaruhi oleh berbagai survei spesifik yang dijadwalkan pada tahun 2025.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan kebutuhan anggaran sebesar Rp6 triliun untuk pelaksanaan Sensus Ekonomi 2026.  Dana ini akan dialokasikan untuk berbagai tahapan, mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pengolahan data. 

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar, optimistis pihaknya akan menghasilkan data ekonomi yang komprehensif dan akurat guna mendukung perencanaan dan kebijakan ekonomi nasional.

“Pada 2026 itu pelaksanaan sensus ekonominya. Setelah itu pasti ada (proses) lanjutan dan pengolahan data. Tadi kami mendapatkan info itu sampai dengan 2028 butuh sekitar Rp6 triliun total,”  ujar Amalia, di Jakarta Kamis 13 Juni 2024.

Sensus Ekonomi 2026 akan menggunakan metode pendataan lengkap, berbeda dengan metode sampling yang digunakan pada survei-survei lainnya. 

Metode ini membutuhkan waktu persiapan yang lebih panjang, namun diharapkan dapat memberikan gambaran lebih utuh mengenai kondisi ekonomi di Indonesia.

Menurut Amalia, pendataan lengkap ini penting untuk mendapatkan data yang representatif dari seluruh sektor ekonomi di tanah air.

Dalam pelaksanaannya, BPS akan mengkombinasikan teknologi digitalisasi dengan metode survei tradisional berbasis kertas serta Computer-Assisted Personal Interviewing (CAPI) yang menggunakan smartphone atau gadget lainnya. 

Metode CAPI memungkinkan surveyor untuk melakukan survei secara langsung melalui perangkat digital.

“Metode CAPI itu yang para surveyor itu menggunakan smartphone ataupun perangkat gadget lainnya untuk melakukan survei kepada responden-responden yang sudah terpilih,” terang Amalia.

Minta Anggaran Tambahan

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengajukan pagu indikatif sebesar Rp4,6 triliun untuk tahun Anggaran 2025. 

Anggaran ini diperuntukkan untuk dua program utama, yaitu Program Dukungan Manajemen sebesar Rp3,52 triliun (76,51%) dan Program Penyediaan dan Pelayanan Informasi Statistik sebesar Rp1,08 triliun (23,49%). 

“Kalau dilihat per program, untuk program penyediaan dan pelayanan informasi statistik besarannya adalah Rp1.082,77 miliar, sementara untuk program dukungan manajemen sebesar Rp3.526,89 miliar,” beber Amalia didepan rapat kerja bersama komisi XI di kompleks parlemen Senayan, Jakarta.

Sebagai persiapan Sensus Ekonomi 2026, BPS juga mengajukan permohonan tambahan anggaran sebesar Rp2,24 triliun untuk Tahun Anggaran 2025.

Tambahan ini di luar pagu indikatif sebesar Rp4,609 triliun yang telah diajukan ke DPR sebelumnya.  Biaya tinggi yang dibutuhkan dipengaruhi oleh berbagai survei spesifik yang dijadwalkan pada tahun 2025.

Beberapa survei tersebut antara lain Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei Komuter, Early Warning System (EWS), Survei Sosial Ekonomi Nasional (MSA), Survei Pengeluaran dan Konsumsi (SPTK), Survei Operasional Usaha Hotel (SOUH), dan Survei Harga Produsen Industri (SHOPI). 

Survei-survei ini digadang akan memberikan data yang lebih rinci dan akurat.

Oleh karena itu, dukungan anggaran yang memadai sangat diperlukan untuk menjamin kesuksesan sensus ini.

Dalam satu dekade sekali, Sensus Ekonomi memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi ekonomi nasional, dan BPS memastikan bahwa setiap tahapan dilakukan dengan cermat dan terencana. Dengan dukungan dana yang cukup, diharapkan Sensus Ekonomi 2026 dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat besar bagi pembangunan ekonomi Indonesia.