BRI Akui Pandemi COVID-19 Jadi Krisis Terberat
JAKARTA-Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI Sunarso menyebut, pandemi COVID-19 merupakan krisis paling berat dan penuh tantangan yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Ia pun memaparkan perbedaan situasi sulit tahun ini, dengan tiga peristiwa krisis ekonomi pada tahun 1998, 2008, dan 2013. “Pada tahun 1998, krisis ekonomi di Indonesia dipicu […]
Nasional
JAKARTA-Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI Sunarso menyebut, pandemi COVID-19 merupakan krisis paling berat dan penuh tantangan yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia.
Ia pun memaparkan perbedaan situasi sulit tahun ini, dengan tiga peristiwa krisis ekonomi pada tahun 1998, 2008, dan 2013.
“Pada tahun 1998, krisis ekonomi di Indonesia dipicu oleh gejolak nilai tukar rupiah yang melemah hingga 540 persen dari Rp2.500 per dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Rp16.000 per dolar AS,” ujarnya dalam acara konferensi daring, Rabu, 26 Agustus 2020.
Saat itu, terangnya, krisis menimpa kawasan Asia yang dimulai di Korea Selatan, kemudian merembet ke Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Krisis moneter itu pun berpengaruh pada multidimensi, baik sosial, politik, dan ekonomi.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dalam ranah ekonomi, dampak krisis terjadi pada penekanan daya beli masyarakat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sementara itu, tingkat kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan menyentuh minus 15,7%, dan rasio kredit bermasalah atau non performing loan NPL melonjak sebesar Rp48,6%.
Sepuluh tahun kemudian pada 2008, krisis kembali terjadi, dipicu oleh kegagalan koporasi besar di kawasan Amerika dan Eropa. Hal itu juga berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 13% di kisaran Rp10.208 per dolar AS. Akibatnya, pasar keuangan dan ekonomi mengalami kontraksi. Namun, kata Sunarso, CAR perbankan sudah di level 16,8% dan NPL membaik sebesar 3,2%.
Lima tahun berikutnya, pada 2013 Eropa dan khususnya emerging market kembali mengalami krisis sehingga nilai tukar rupiah melemah 26% dari level Rp9.368 menjadi Rp12.170 per dolar AS. Meskipun demikian, industri perbankan di Indonesia mengalami kenaikan CAR tipis menjadi Rp18,2% dan NPL sudah sangat baik di level 1,77%.
Krisis Paling Besar
Secara keseluruhan, lanjut Sunarso, ketiga krisis tersebut berdampak sangat besar untuk segmen korporasi. Namun, krisis yang lebih besar dialami pada tahun ini, disebabkan oleh pandemi COVID-19.
“Krisis yang disebabkan oleh virus corona ini tidak lagi hanya dialami di kawasan domestik maupun regional, tetapi secara global. Selain kesehatan, dampaknya pun merembet di semua lini, tidak pilih-pilih segmen,” ungkapnya.
Sunarso menjelaskan, pandemi telah memaksa seseorang untuk mengurangi mobilitas secara signifikan sehingga aktivitas ekonomi menjadi turun drastis. Bahkan, ia mengaku bahwa situasi sulit ini menjadi krisis paling berat yang dialami oleh BRI.
“Krisis saat ini paling berat untuk BRI karena nasabah kami 80 persen adalah UMKM,” ungkap Sunarso.
Meskipun krisis sebelumnya juga berdampak pada pelaku usaha, katanya, tetapi UMKM saat itu masih bisa bangkit disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang tetap berjalan. Namun, pandemi mengakibatkan penutupan sejumlah bisnis mikro, seperti warung, toko, dan lainnya.
“Banyak warung yang terpaksa tutup karena adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB),” tambahnya.
Meskipun demikian, Sunarso optimistis pemulihannya dapat berlangsung cepat melalui upaya penanganan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Sejak pandemi merangsek masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020, lanjutnya, pemerintah segera mengeluarkan sejumlah kebijakan, seperti keringanan kredit, relaksasi dan restrukturisasi kredit, dan berbagai penyaluran bantuan dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Kita harus optimistis pemulihan ekonomi berjalan cepat sehingga kondisi sulit ini segera berlalu,” tuturnya.