BRIS-BNIS-BSM Merger, Buka Peluang Bisnis di Kancah Global
Langkah awal merger atau penggabungan tiga bank syariah pelat merah sudah dimulai dengan ditandatanganinya conditional merger agreement (CMA) pada 12 Oktober 2020. Ketiga bank tersebut, yakni PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri.
Industri
JAKARTA – Langkah awal merger atau penggabungan tiga bank syariah pelat merah sudah dimulai dengan ditandatanganinya conditional merger agreement (CMA) pada 12 Oktober 2020. Ketiga bank tersebut, yakni PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri.
Direktur Jasa Keuangan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Taufik Hidayat menyebut, hal ini akan berdampak positif pada efisiensi lembaga keuangan syariah. Menurutnya, semakin kuat dan besar lembaga keuangan, maka semakin mudah pula dalam memenuhi asas economies of scale.
“Dengan operasi yang lebih efisien, tingkat kompetitifnya semakin meningkat. Ini akan membantu penetrasi dan pengembangan industri keuangan syariah secara khusus, dan ekonomi syariah secara umum,” ujar Taufik dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Selain meningkatkan pertumbuhan dan bisnis industri keuangan syariah di Tanah Air, lanjutnya, peluang Indonesia untuk menjadi pusat perkembangan ekonomi syariah pun terbuka lebar di kancah global.
Ia memaparkan, pertumbuhan total aset industri keuangan syariah mencapai 20,61% year-on-year (yoy) per Juli 2020 sebesar Rp1.639,08 triliun. Pertumbuhan tersebut diikuti dengan peningkatan market share keuangan syariah sebesar 9,68%.
Namun, Taufik menggarisbawahi bahwa angka tersebut masih tergolong kecil, terlebih dengan tingkat literasi keuangan syariah di masyarakat yang rendah, yakni 8,93%.
“Oleh karena itu, merger dapat menjadi pendorong bagi pertumbuhan keuangan syariah,” tambahnya.
Setiap pelaku industri, kata Taufik, harus memiliki diferensiasi bisnis. Keunikan tersebut bisa didorong oleh perbankan dan industri keuangan non bank dengan memperbaiki produk-produk berbasis risk-sharing; serta memperkuat sinergi dengan islamic social finance.
Ia menyebutkan, contohnya bisa melalui layanan zakat digital, optimalisasi pembiayaan berbasis sewa, dan riil murabahah.
Hadiah Bagi Muslim
Terpisah, Ketua Hukum dan HAM PP Pemuda Muhammadiyah Razikin mengatakan bahwa merger ini menjadi hadiah bagi umat Islam di Indonesia.
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, katanya, masyarakat menantikan adanya bank yang sejalan dengan prinsip-prinsip pengelolaan syariah. Ia pun mengapresiasi upaya pemerintah dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah.
“Kehadiran bank syariah hasil merger akan membawa dampak positif bagi pengembangan ekonomi serta keuangan syariah di Indonesia,” katanya.
Terlebih, ia menilai upaya tersebut tepat dilakukan seiring dengan merebaknya tren gaya hidup Islami di masyarakat.
“Gaya hidup Islami, terutama kelas menengah muslim perkotaan sangat marak. Ini merupakan peluang bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah,” ujarnya.
Tak hanya dinikmati oleh masyarakat muslim, prinsip syariah yang universal juga ia yakini membuat layanan dan fasilitas bank syariah hasil merger, bisa dimanfaatkan oleh setiap orang. (SKO)