Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan.
Makroekonomi

Bukan Cukai, Kemenperin Nilai Pengenaan SNI Lebih Cocok untuk Minuman Berpemanis

  • Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, skema penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) lebih cocok dikenakan di industri minuman dari pada menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

Makroekonomi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai skema penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) lebih cocok dikenakan di industri minuman daripada  cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, mengatakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang dikepalai Agus Gumiwang Kartasasmita ini sudah memberikan masukan ke semua pihak termasuk Kementerian Keuangan yang akan mengenakan cukai MBDK ke industri.

"Lebih bagus yang SNI, karena kalau ada standarnya semua pihak baik produsen, konsumen dan stakeholder terkait ada di dalamnya untuk menentukan itu (SNI) konsensus," katanya saat ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat, 17 Januari 2025.

Putu menyebut, Kemenperin telah memberikan masukan terkait skema-skema apa yang bisa dilakukan untuk pengenaan MBDK. Pertama menggunakan skema standarisasi atau SNI pada minuman berpemanis. Jika produsen tidak mematuhi kadar maksimum penggunaan gula dalam minuman yang dijual maka bisa dikenakan pidana atau hukuman lainnya.

Kedua langsung mengenakan cukai seperti yang akan diterapkan Kementerian Keuangan. Sehingga mau tidak mau industri harus membayar cukai jika produk berpemanis yang diedarkan.

Lebih jauh kata Putu, dirinya sudah menerima ragam keluhan termasuk dari industri terkait wacana pengenaan cukai MBDK ini. Sehingga pihaknya akan terus mendalami masukan tersebut sembari menunggu kapan pastinya pengenaan cukai minuman berpemanis.

Oleh karena itu, Putu menyampaikan saat proses pembahasan implementasi kebijakan ini, diharapkan semua pemangku kepentingan di industri makanan dan minuman (mamin) dirangkul supaya beleid yang ditetapkan diterima.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mulai berlaku pada semester II-2025, sementara batasan kadar gula untuk produk yang dikenakan cukai masih dalam tahap pembahasan.

Nirwala melanjutkan rincian mengenai pengenaan cukai MBDK akan dituangkan dalam aturan turunan, seperti melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Salah satu yang akan diatur adalah soal konsumsi gula tambahan.

Urgensi Pengenaan Cukai pada MBDK

Melansir data Kementerian Keuangan bagian Ditjen Perbendaharaan Prov Sultra, kebijakan pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan  dinilai  efektif  menurunkan konsumsi masyarakat terhadap gula. Selain itu menekan biaya penanganan penyakit akibat konsumsi gula berlebih.

Penerapan kebijakan ini sebelumnya mengalami penundaan dikarenakan pertimbangan banyak faktor seperti pemulihan ekonomi nasional, kondisi kesehatan masyarakat, dan situasi ekonomi global.

Adapun sesuai dengan Undang-Undang nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.