Bukan Ego Konglomerat, Ini yang Sebetulnya Menjadi Penghalang Merger Hutchison 3-Smarfren
Wacana merger antara dua operator seluler PT Hutchison 3 Indonesia dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) agaknya kian jauh panggang dari api. Pasalnya, hingga kini aksi merger yang sudah berhembus sejak bulan lalu ini masih juga belum tentu kejelasannya.
Industri
JAKARTA – Wacana merger antara dua operator seluler PT Hutchison 3 Indonesia dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) agaknya kian jauh panggang dari api. Pasalnya, hingga kini aksi merger yang sudah berhembus sejak bulan lalu ini masih juga belum tentu kejelasannya.
Wakil Direktur Utama Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah mengungkapkan bahwa sebetulnya aksi merger ini sudah mencapai kesepakatan dalam beberapa prinsip utama. Misalnya, kata dia, soal siapa pemegang saham mayoritas dan minoritas jika terjadi merger.
Namun, finalisasi dari aksi merger ini masih terhalang oleh perkiraan valuasi masing-masing perseroan. Kedua perusahaan masih mempertimbangkan unsur apa saja yang dapat mengukur valuasi secara adil.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
“Apakah kepemilikan spektrum, apakah valuasi besarnya itu dari jumlah pelanggan atau dari jumlah (menara) BTS (Base Transceiver Station) yang dipunyai,” ungkap Danny kepada TrenAsia.com, Kamis, 10 Desember 2020.
Sebab itu, dia pun membantah jika dikatakan bahwa aksi merger Hutchison 3 dengan Smartfren terhalang oleh ego para konglomerat pemilik dua perusahaan. Sebagaimana diketahui, mayoritas saham Hutchison 3 Indonesia memang digenggam oleh Hutchison Asia Telecom Group milik Li Ka-shing.
Kekayaan Para Pemilik
Li merupakan orang terkaya ke-2 di Hong Kong versi Forbes 2019 dengan total kekayaan US$29,4 miliar atau setara Rp415,42 triliun (kurs Jisdor Rp14.130 per dolar Amerika Serikat). Sementara mayoritas saham Smarfren digenggam oleh Sinar Mas Grup milik mendiang Eka Tjipta Widjaja.
Pada 2019 lalu, majalah Forbes mendapuk keluarga Widjaja sebagai orang terkaya nomor 2 Indonesia. Kekayaan Eka ditaksir mencapai US$11,9 miliar atau Rp168,15 triliun yang didapatnya dari gurita bisnis Sinar Mas Grup.
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Nvidia Tanam Uang Rp1,4 Triliun Demi Bangun Superkomputer
- Facebook Lakukan Pengujian, Oculus VR Bakal Tak Lagi Bebas Iklan
“Ego itu ‘kan menurut saya sih enggak. Untuk pengusaha sih jarang ada ya. Saya melihat bahwa ujung-ujungnya bisnis kok,” kata dia.
Sementara itu, Deputy CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim enggan berkomentar lebih jauh mengenai aksi merger tersebut. Menurutnya, aksi merger itu adalah domein dari para pemegang saham dan bukan kewenangannya untuk menjawab.
“Saya enggak bisa komentar mengenai hal ini. Karena ini ranahnya shareholders. Minim info buat kita sebagai pelaksana,” kata Djoko melalui pesan singkat kepada TrenAsia.com, Rabu, 9 Desember 2020.
- IHSG Masih Konsolidasi Usai Rilis BI Rate, Simak Saham EMTK, LSIP, ZYRX, dan WIKA
- Saham Pilihan Mirae Sekuritas Juni 2021: BBRI Ditendang Diganti PRDA, Temani ANTM hingga INCO
- IHSG Terancam Bearish Jelang Rilis BI Rate, Rekomendasi Saham AALI, SMRA, BNGA, dan GGRM
Sebelumnya, CEO Finvesol Consulting Fendy Susianto menduga bahwa penghalang atas aksi merger Smarfren dan Hutchison 3 adalah ego para pemiliknya. Diskusi merger itu, kata dia, lebih kepada perusahaan apa yang bakal menjadi surviving entity, dan mana yang menjadi pemegang saham utama.
Pasalnya, kedua pemilik kedua perusahaan ini sama-sama memiliki nama besar yang perlu dijaga marwahnya. Keduanya bahkan merupakan orang paling tajir kedua di negara masing-masing.
“Dugaan saya ini akan terjadi apabila keduanya itu saling mengalah dalam konteks sama-sama pada akhirnya enggak usah dominan salah satu, yang penting menciptakan bisnis yang bagus,” pungkas Fendy. (FYR)