<p>Emiten telekomunikasi milik Grup Sinar Mas PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) / Smartfren.com</p>
Industri

Bukan Ego Konglomerat, Ini yang Sebetulnya Menjadi Penghalang Merger Hutchison 3-Smarfren

  • Wacana merger antara dua operator seluler PT Hutchison 3 Indonesia dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) agaknya kian jauh panggang dari api. Pasalnya, hingga kini aksi merger yang sudah berhembus sejak bulan lalu ini masih juga belum tentu kejelasannya.

Industri

Fajar Yusuf Rasdianto

JAKARTA – Wacana merger antara dua operator seluler PT Hutchison 3 Indonesia dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) agaknya kian jauh panggang dari api. Pasalnya, hingga kini aksi merger yang sudah berhembus sejak bulan lalu ini masih juga belum tentu kejelasannya.

Wakil Direktur Utama Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah mengungkapkan bahwa sebetulnya aksi merger ini sudah mencapai kesepakatan dalam beberapa prinsip utama. Misalnya, kata dia, soal siapa pemegang saham mayoritas dan minoritas jika terjadi merger.

Namun, finalisasi dari aksi merger ini masih terhalang oleh perkiraan valuasi masing-masing perseroan. Kedua perusahaan masih mempertimbangkan unsur apa saja yang dapat mengukur valuasi secara adil.

“Apakah kepemilikan spektrum, apakah valuasi besarnya itu dari jumlah pelanggan atau dari jumlah (menara) BTS (Base Transceiver Station) yang dipunyai,” ungkap Danny kepada TrenAsia.com, Kamis, 10 Desember 2020.

Sebab itu, dia pun membantah jika dikatakan bahwa aksi merger Hutchison 3 dengan Smartfren terhalang oleh ego para konglomerat pemilik dua perusahaan. Sebagaimana diketahui, mayoritas saham Hutchison 3 Indonesia memang digenggam oleh Hutchison Asia Telecom Group milik Li Ka-shing.

Pemakaman pendiri Grup Sinar Mas Eka Tjipta Widjaja, 2 Februari 2019. / Istimewa
Kekayaan Para Pemilik

Li merupakan orang terkaya ke-2 di Hong Kong versi Forbes 2019 dengan total kekayaan US$29,4 miliar atau setara Rp415,42 triliun (kurs Jisdor Rp14.130 per dolar Amerika Serikat). Sementara mayoritas saham Smarfren digenggam oleh Sinar Mas Grup milik mendiang Eka Tjipta Widjaja.

Pada 2019 lalu, majalah Forbes mendapuk keluarga Widjaja sebagai orang terkaya nomor 2 Indonesia. Kekayaan Eka ditaksir mencapai US$11,9 miliar atau Rp168,15 triliun yang didapatnya dari gurita bisnis Sinar Mas Grup.

“Ego itu ‘kan menurut saya sih enggak. Untuk pengusaha sih jarang ada ya. Saya melihat bahwa ujung-ujungnya bisnis kok,” kata dia.

Sementara itu, Deputy CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim enggan berkomentar lebih jauh mengenai aksi merger tersebut. Menurutnya, aksi merger itu adalah domein dari para pemegang saham dan bukan kewenangannya untuk menjawab.

“Saya enggak bisa komentar mengenai hal ini. Karena ini ranahnya shareholders. Minim info buat kita sebagai pelaksana,” kata Djoko melalui pesan singkat kepada TrenAsia.com, Rabu, 9 Desember 2020.

Sebelumnya, CEO Finvesol Consulting Fendy Susianto menduga bahwa penghalang atas aksi merger Smarfren dan Hutchison 3 adalah ego para pemiliknya. Diskusi merger itu, kata dia, lebih kepada perusahaan apa yang bakal menjadi surviving entity, dan mana yang menjadi pemegang saham utama.

Pasalnya, kedua pemilik kedua perusahaan ini sama-sama memiliki nama besar yang perlu dijaga marwahnya. Keduanya bahkan merupakan orang paling tajir kedua di negara masing-masing.

“Dugaan saya ini akan terjadi apabila keduanya itu saling mengalah dalam konteks sama-sama pada akhirnya enggak usah dominan salah satu, yang penting menciptakan bisnis yang bagus,” pungkas Fendy. (FYR)