Ilustrasi industri tekstil
Nasional

Bukan Hanya Tekstil, Industri Sepatu Juga Tertekan

  • Melambatnya sektor industri juga tampak pada Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2024 yang berada di poin 49,3 atau merosot jadi fase kontraksi.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita buka suara terkait industri tekstil dalam negeri yang tertekan. Selama ini sektor industri manufaktur menjadi tulang punggung atau sumber pertumbuhan bagi perekonomian nasional.

Agus menyebut, selain karena kondisi ekonomi global yang saat ini belum stabil, aktivitas industri di dalam negeri ikut terdampak akibat adanya regulasi yang tidak memihak kepada pelaku industri. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang serius dan benar-benar tepat sasaran.

"Industri tekstil dan pakaian jadi justru terkontraksi sebesar 0,03 persen (yoy). Ini diakibatkan oleh penurunan produksi tekstil seiring lonjakan produk tekstil impor yang membanjiri pasar domestik,” ungkap Agus dalam keterangan resmi pada Selasa, 13 Agustus 2024.

Agus memaparkan, tak hanya TPT namun industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki juga ikut tumbuh melambat, yaitu sebesar 1,93% (yoy). Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi alas kaki seiring penutupan beberapa pabrik dampak penurunan permintaan domestik dan luar negeri. Penurunan terjadi di Provinsi Banten, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta.

Melambatnya sektor industri juga tampak pada Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2024 yang berada di poin 49,3 atau merosot jadi fase kontraksi. Padahal, selama 34 bulan berturut turut sebelumnya mampu bertahan di level ekspansi.

Sebelumnya, Dalam Sidang Kabinet yang diselenggarakan di Ibu Kota Nusantara (IKN) tersebut, Presiden menyebutkan bahwa beban impor bahan baku yang tinggi karena fluktuasi rupiah atau serangan produk-produk impor yang masuk ke dalam negara dapat berpengaruh pada melemahnya permintaan domestik.

Selain itu, kondisi sama juga dialami pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024 yang turun menjadi 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5. Perlambatan nilai IKI pada Juli lalu dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.

"Kinerja industri manufaktur di tanah air masih bisa bangkit kembali kalau didukung dengan kebijakan-kebijakan yang probisnis. Kebijakan tersebut antara lain ketersediaan bahan baku untuk produksi, keberlanjutan dan peluasan harga gas industri yang kompetitif, dan ketegasan terkait substitusi impor,"Tandasnya.

Sepanjang kuartal II tahun 2024 sebesar 18,52% industri pengolahan konsisten memberikan kontribusi  lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu sekitar 18,26%. Atas kontribusinya, industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar pada kuarta II, yaitu 0,79%.

Pertumbuhan industri pengolahan nonmigas didorong oleh permintaan domestik dan luar negeri. Contohnya industri makanan dan minuman yang tumbuh 5,53% karena didukung peningkatan permintaan domestik untuk produk makanan dan minuman seiring adanya momen Idul Fitri dan Idul Adha, serta panen raya padi yang mendorong dari sisi penyediaan.

Berikutnya, industri logam dasar tumbuh 18,07% karena didorong oleh peningkatan permintaan luar negeri, seperti produk besi dan baja serta konsumsi baja nasional. Selain itu, industri kimia, farmasi, dan obat tradisional yang tumbuh 8,01% sejalan dengan peningkatan permintaan domestik dan luar negeri.