<p>Gedung Taspen PNM di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin, 22 Februari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Bukan Holding dan Akuisisi, Erick Thohir Ngotot Bikin Integrasi BUMN Ultra Mikro BRI, Pegadaian dan PNM

  • Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menegaskan, integrasi antara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), dengan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) sejalan dengan upaya pengembangan dan pemberdayaan usaha, mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menegaskan, integrasi antara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), dengan  PT Permodalan Nasional Madani (Persero) sejalan dengan upaya pengembangan dan pemberdayaan usaha, mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Pembentukan integrasi BUMN ini akan melalui aksi rights issue dan nantinya negara akan mengambil bagian dengan mengalihkan seluruh saham seri B di Pegadaian dan PNM untuk disetorkan ke BRI.

“Harapan ke depan semoga keberpihakan kepada UMKM bisa tercerminkan dari program konsolidasi ini,” kata Erick dalam keterangan resmi, Jumat, 26 Februari 2021.

Adapun, kepemilikan saham pemerintah di BRI dipastikan terjaga di level 56,75%. Setelah integrasi terbentuk, BRI akan memegang 99,99% saham PNM dan Pegadaian. Sedangkan pemerintah tetap memiliki kendali terhadap Pegadaian dan PNM melalui kepemilikan saham Seri A Dwiwarna.

Menurut Direktur Utama BRI Sunarso, integrasi BUMN untuk ultra mikro tidak sama dengan aksi korporasi akuisisi dan holding. Melalui integrasi, pemerintah dijamin tetap akan memiliki kontrol terhadap BRI, PNM, dan Pegadaian.

“Kenapa perlu dibangun ekosistem ini? Supaya enggak jalan sendiri-sendiri, dan kemudian sinerginya memang diikat oleh kepemilikan, bukan seremonial, tanda tangan MOU, cengar-cengir saja. Ini memang diikat secara equity. Kemudian apa yang disasar? Apakah tidak memakan pangsa pasarnya BRI? Tidak. Ini adalah sejalan dengan strategi pertumbuhan kita, menumbuh kembangkan yang sudah ada dan kemudian juga mencari ke segmen yang belum di-touch oleh lembaga keuangan yang formal,” ujar Sunarso.

Dia menyebut, saat ini masih ada sekitar 30 juta pelaku UMKM yang belum terlayani lembaga keuangan formal. Kemudian, 5 juta di antaranya masih mengandalkan layanan para lintah darat atau rentenir untuk memenuhi kebutuhannya.

Pelaku UMKM dan usaha ultra mikro yang belum tersentuh lembaga keuangan formal ini harus menanggung beban berat selama ini, karena kerap mendapat pinjaman berbiaya tinggi hingga 100-150 persen per tahun.

“Ada juga 7 juta di antaranya (pelaku UMKM) kalau butuh pinjaman, pinjam ke kerabat. Ada 18 juta yang belum terlayani sama sekali. Jadi sasaran kita ketika membentuk ekosistem ini adalah memasukkan 18 juta (pelaku UMKM) itu dalam sistem lembaga keuangan formal supaya bisa dilayani lebih baik,” ujarnya. (SKO)