Bulog dan Bapanas Dilaporkan Mark Up Harga Beras Impor, DPR Dukung Pembentukan Pansus
- Direktur Utama Bulog, Bayu Khrisnamurti menilai, tuduhan mark up mungkin berkaitan dengan bengkaknya biaya pengiriman akibat demurrage atau biaya kelebihan waktu berlabuh yang menurutnya biasa terjadi dalam proses bongkar muat barang
BUMN
JAKARTA - Menanggapi isu dugaan markup harga beras impor, DPR RI mendorong pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki dugaan mark up harga beras impor oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
"Nanti kita usulkan dan dorong," terang anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, dikutip Senin 8 Juli 2024.
Menurut Daniel pansus dapat mengklarifikasi dan menemukan titik terang terkait isu tersebut. Sependapat, Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas, menyampaikan pansus dapat merinci sistematika pembelian beras secara lebih detail sesuai dengan fakta lapangan.
“Saya mendukung dibentuknya Pansus oleh DPR untuk melakukan pendalaman terkait dengan proses dan penetapan kuota impor beras Bulog,” terang Fernando dalam kesempatan berbeda.
Fernando menduga adanya pihak-pihak yang ingin meraup keuntungan dari pengadaan impor beras. Bila hal itu benar, menurut Fernando, petani kecil yang paling dirugikan.
“Jangan-jangan ada pihak tertentu yang memang sangat menikmati kebijakan impor beras, jangan sampai negara hanya mengandalkan impor dan tidak melibatkan petani difasilitasi untuk menjaga ketersediaan pangan dalam negeri,” tambah Fernando
- Kapal Perang Tercanggih Iran Terbalik
- PSN dan Elena India Kolaborasi Kembangkan Sistem Navigasi Satelit di Indonesia
- Dampak Positif TOWR Usai Akuisisi IBST Senilai Rp3,42 Triliun
Bantahan Dugaan Mark Up
Menanggapi tuduhan tersebut, Bapanas dan Bulog membantah adanya mark up harga beras impor. Dua instansi tersebut menyatakan seluruh proses impor dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto juga menuturkan Bulog tidak pernah menjalin kerjasama dengan Perusahaan Tan Long Vietnam
“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” terang Suyamto.
Sementara itu, Direktur Utama Bulog, Bayu Khrisnamurti menilai, tuduhan mark up mungkin berkaitan dengan bengkaknya biaya pengiriman akibat demurrage atau biaya kelebihan waktu berlabuh yang menurutnya biasa terjadi dalam proses bongkar muat barang.
"Dalam kondisi tertentu, demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari risiko handling komoditas impor. Jadi misalnya dijadwalkan lima hari, menjadi tujuh hari," tegas Bayu.
- Dampak Positif TOWR Usai Akuisisi IBST Senilai Rp3,42 Triliun
- Baru Listing, Saham Afiliasi Hermanto Tanoko (BLES) Mentok ARA
- Minyak Mentah (ICP) Juni 2024 Turun Jadi US$79,31 per Barel
Untuk diketahui, dugaan mark up 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun ini diungkap oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto. Dalam pernyataannya di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hari menjelaskan bahwa harga beras impor tersebut jauh di atas harga penawaran yang diperoleh dari perusahaan Vietnam, Tan Long Group.
Tan Long Group menawarkan 100.000 ton beras dengan harga 538 dolar Amerika Serikat (AS) per ton dengan skema free on board (FOB) dan 573 dolar AS per ton dengan skema cost, insurance, and freight (CIF).
Dengan adanya dugaan ini, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) bersama elemen mahasiswa dan pemuda mengadakan aksi unjuk rasa pada tanggal 4 juli 2024. SDR menduga adanya kerugian negara akibat mark up harga impor beras sebesar Rp294,5 miliar.