Para Pekerja Berjalan di Dekat Ekskavator yang Memuat Batu Bara (Reuters/Kham)
Korporasi

Bumi Resources (BUMI) Targetkan Produksi Batu Bara 75-80 Juta Ton

  • PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menargetkan volume produksi batu bara 75 juta hingga 80 juta ton pada 2023.
Korporasi
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA – PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menargetkan volume produksi batu bara 75 juta hingga 80 juta ton pada 2023. Artinya, produksi batu bara emiten Grup Bakrie itu menjadi yang terbesar di Indonesia. 

Director & Corporate Secretary BUMI, Dileep Srivastava Dileep Srivastava menyatakan kisaran harga jual rata-rata batu bara di angka US$80 hingga US$90 per ton, dengan perkiraan biaya kas produksi sekitar US$55 hingga US$60 per ton. 

"Pedoman produksi batu bara pada 2023 sebesar 75 juta-80 juta ton," ujarnya dalam keterangan resmi, pada Jumat, 01 Desember 2023. 

Asal tahu saja, per September 2023, melalui dua anak usahanya PT Arutmin (AI) dan PT Kaltim Prima Coal (KPC), emiten berkode saham BUMI itu berhasil memproduksi batu bara 56,2 juta ton dan menjual 54,3 juta ton.

Bila dirinci, AI berhasil mencatat produksi batu bara di angka Rp16,1 juta ton dan mampu menjualnya sebesar 15,9 juta ton. Sedangkan KPC sukses menghasilkan 40,1 juta ton batu bara dan memasarkan 38,4 juta ton.

Namun, kata Dileep Srivastava, sesuai PSAK 666, BUMI hanya mengonsolidasikan AI dalam laporan keuangan, tanpa KPC. Disampaikannya hingga kuartal III-2023, BUMI berhasil mencatat pendapatan sebesar US$1,17 miliar atau setara dengan Rp18,34 triliun (menggunakan estimasi kurs Rp15.625 per dolar AS). 

Namun, angka pendapatan kuartal ketiga tahun ini menunjukkan penurunan sebesar 15,78% secara year-on-year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$1,39 miliar.

Dia menjelaskan bahwa penurunan pendapatan BUMI disebabkan oleh penurunan tajam harga batu bara dibandingkan dengan patokan harga tahun sebelumnya. Selain itu, ketidakpastian dalam pasar batu bara yang disertai dengan kondisi geopolitik dan ekonomi global juga dianggap sebagai faktor yang melemahkan pendapatan perseroan.

“Kendati produksi dan penjualan meningkat 5% dari tahun lalu, harga batu bara yang anjlok 28% berdampak signifikan pada kondisi pasar batu bara yang bergejolak,” katanya.

Ia menyebut, BUMI juga harus menanggung pembayaran royalti sebesar 32% dari pendapatan, pajak, subsidi harga domestik, kenaikan harga bahan bakar, pengelolaan persediaan, serta peningkatan produksi di India, China, dan Indonesia.