BUMN KARYA Kuartal III-2020: Utang Bengkak, Kontrak Baru Tak Banyak
Tampaknya, tahun 2020 menjadi periode yang suram bagi emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya. Bagaimana tidak, utang perusahaan pelat merah ini membengkak saat proyek-proyek baru tak banyak.
Industri
JAKARTA – Tampaknya, tahun 2020 menjadi periode yang suram bagi emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya. Bagaimana tidak, utang perusahaan pelat merah ini membengkak saat proyek-proyek baru tak banyak.
Sejumlah BUMN Karya telah melaporkan capaian kontrak barunya hingga kuartal III-2020. Perusahaan-perusahaan konstruksi milik pemerintah itu menyebutkan realisasi kontrak baru hingga periode tersebut masih di bawah 50%, jauh dari target yang ditentukan hingga akhir tahun ini.
Sederet BUMN Karya itu terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI). Sementara, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) baru melaporkan perolehan kontrak baru hingga Agustus 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Realisasi kontrak baru sejumlah kontraktor pelat merah ini masih terlampau jauh dari target sepanjang tahun. Padahal, tahun 2020 hanya tinggal tersisa tiga bulan lagi. Namun, kontrak baru yang dibukukan belum mencapai setengah dari target tersebut.
Sepanjang semester I-2020, keempat BUMN Karya itu meraup kontrak baru sebesar Rp24,21 triliun. Jumlah itu merosot hingga 50,97% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan kontrak baru periode semester I-2019 senilai Rp49,38 triliun. Berdasarkan data tersebut, perolehan kontrak baru seluruh BUMN Karya tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Adhi Karya
PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) merupakan kontraktor yang membukukan realisasi kontrak baru paling minin. Emiten konstruksi yang menggarap proyek jalur kereta layang ringan atau light rail transit (LRT) Jabodebek ini mencatat realisasi kontrak baru sebesar Rp6,2 triliun hingga September 2020.
Realisasi kontrak baru itu masih jauh dari target yang ditetapkan perseroan. Sampai akhir tahun, kontraktor pelat merah ini membidik target kontrak baru sebesar Rp27,5 triliun. Target itu pun telah dipangkas perseroan. Sebelumnya, target kontrak baru perseroan tercatat sebesar Rp35 triliun.
Dengan demikian, emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Maret 2004 ini baru merealisasikan kontrak baru 22,55% dari target. Perseroan harus mengejar target tersebut di kuartal IV-2020 yang hanya tersisa tiga bulan lagi.
Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Parwanto Noegroho mengatakan kontrak baru yang diperoleh perseroan didominasi proyek dari pemerintah. Kontribusinya mencapai 74%. Disusul, proyek dari BUMN sebesar 20%, serta dari swasta dan lainnya sebesar 6%.
Wijaya Karya
Setelah ADHI, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) menjadi emiten konstruksi berikutnya yang mencatat realisasi kontrak baru jauh dari target.
Perusahaan konstruksi ini hanya mampu meraup kontrak baru senilai Rp4,9 triliun hingga kuartal ketiga tahun ini. Perolehan itu baru mencakup 23% dari target. Sampai Desember 2020, target kontrak baru perseroan tercatat sebesar Rp21,3 triliun.
Meski terlampau jauh, perseroan masih optimistis dapat mencapai target itu. Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Mahendra Vijaya meyakini perseroan dapat mencapai targetnya. Lantaran perseroan tengah mengikuti tender-tender dengan nilai terendah sebesar Rp2 triliun. Hal ini akan diumumkan pada Oktober hingga akhir tahun 2020.
“Tender yang sedang diikuti saat ini mencapai hampir Rp20 triliun, sehingga kami optimistis target kontrak baru hingga akhir tahun dapat dicapai,” ujar Mahendra di Jakarta, Sabtu, 3 Oktober 2020.
Waskita Karya
Berikutnya adalah PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT). Emiten bersandi saham WSKT ini hanya mampu mengantongi kontrak baru sebesar 43% sepanjang kuartal III-2020.
Hingga September 2020, kontrak baru yang berhasil digenggam kontraktor pelat merah itu hanya sebesar Rp11,7 triliun. Padahal, emiten dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp7,4 triliun ini membidik taget kontrak baru hingga Rp27 triliun.
Sama halnya dengan WIKA, perusahaan konstruksi ini pun meyakini bakal mencapai target itu meski realisasinya belum mencapai setengah dari Rp27 triliun hingga September 2020.
Senior Vice President Corporate Secretary Waskita Karya Ratna Ningrum optimistis dapat meraih target tersebut. Pasalnya, ada sejumlah kontrak potensial yang dapat diraih pada kuartal IV-2020.
Dia menyebutkan, ada tambahan kontrak dari beberapa proyek jalan tol yang berlokasi di Sumatra, Kalimantan Timur, dan wilayah Jakarta. Sejumlah proyek itu nilanya sebesar Rp11 triliun. Perseroan juga mengincar perolehan proyek pipanisasi senilai Rp3 triliun, beberapa proyek bendungan, serta proyek dermaga hingga akhir 2020.
PTPP
Di antara BUMN Karya lainnya, hanya PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) belum melaporkan realisasi kontrak barunya pada periode kuartal III-2020. Emiten konstruksi ini baru mengumumkan capaian kontrak baru sebesar Rp11,24 triliun hingga Agustus 2020. Capaian itu baru mencakup 44,02% dari target sebesar Rp25,53 triliun.
Awalnya emiten berkode saham PTPP tersebut menargetkan perolehan kontrak baru di tahun ini sebesar Rp43 triliun. Namun, melihat pandemi COVID-19 yang tak kunjung mereda, perseroan menurunkan target perolehan kontrak baru menjadi Rp25,53 triliun.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PTPP Agus Purbianto menjelaskan revisi tersebut telah mendapat persetujuan dari pemegang saham mayoritas. Menurutnya, target itu harus dipertahankan oleh perseroan.
“Kondisi COVID-19 tidak mudah untuk mengeksekusi proyek. Ada beberapa keterbatasan dan kami juga menyesuaikan dengan realokasi anggaran,” kata Agus beberapa waktu lalu.
Derita Industri Konstruksi
Analis Properti Panangian Simanungkalit memproyeksikan perusahaan konstruksi pelat merah itu tidak akan bisa mencapai target mereka hingga akhir 2020. Keyakinan sejumlah BUMN Karya untuk mencapai target tersebut dinilai hanya angan-angan belaka.
Dia mengungkapkan saat merebaknya virus COVID-19 di Indonesia yakni sejak Maret 2020, orientasi pemerintah tidak lagi pada pembangunan infrastruktur. Pemerintah fokus pada penanganan virus COVID-19. Alhasil, anggaran pemerintah banyak direalokasikan untuk sektor kesehatan.
“Mereka (BUMN Karya) itu tidak akan capai target. Itu sudah pasti. Barang ini (BUMN Karya) sangat tergantung pemerintah. Orientasi dari negara selama ini sudah bukan lagi ke infrastruktur, jauh berkurang dibandingkan dengan 2019,” kata Panangian kepada reporter TrenAsia.com, Kamis, 8 Oktober 2020.
Dengan demikian, industri konstruksi tergerus seiring berlangsungnya badai pandemi ini. Pasalnya, selama ini BUMN konstruksi banyak disuplai oleh pemerintah. “Jadi kalau pemerintah lumpuh dalam hal memberikan budget, memberikan pekerjaan, ya sudah gugur semua mereka (BUMN Karya) itu,” tuturnya.
Melesunya kinerja sektor konstruksi juga semakin diperparah dengan kondisi industri properti. “Permintaan properti jatuh sampai 80 persen. Nah, mereka (perusahaan properti) ini kan ada juga hubungannya dengan konstruksi. Jadi itu juga berpengaruh,” sebut dia.
Panangian mengatakan utang yang besar juga menjadi kelemahan perusahaan-perusahaan konstruksi. Pasalnya, mayoritas kontraktor milik pemerintah ini memiliki rasio utang terhadap modal cukup tinggi.
“Besar pasak dari pada tiang. Itu juga menjadi salah satu yang membuat mereka semakin menderita. Karena perusahaan-perusahaan itu secara utang kan enggak sehat,” imbuh pria yang menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) itu.
Momentum Perbaiki Kinerja
Analis NH Korindo Sekuritas Ajeng Kartika Hapsari menyebutkan rasio utang salah satu BUMN Karya yakni PTPP. Rasio utang perusahaan terhadap ekuitas kotor (gross gearing) stagnan pada angka 131% di kuartal pertama dan kedua tahun ini.
Sementara untuk rasio utang terhadap ekuitas pemegang saham atau net gearing membengkak dari 79% di kuartal I-2020 menjadi 92% di kuartal I-2020. Menurutnya, penyebab kenaikan rasio utang emiten konstruksi itu adalah kondisi kas perseroan.
Dia mengungkapkan kas operasi kontraktor pelat merah itu minus Rp1,96 triliun dan menyebabkan kas menurun menjadi Rp5,51 triliun dibandingkan dengan Rp7,17 triliun di kuartal I-2020.
Oleh karena itu, Ajeng menilai perusahaan dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp5,36 triliun ini harus dapat mengelola arus kas dengan baik di tengah keterlambatan proyek. Pasalnya, hal ini juga bisa memperlambat dana segar masuk ke perusahaan. Kendati demikian, Ajeng menilai rasio utang PTPP masih lebih baik dan lebih aman dibanding kompetitornya.
Kondisi sulit ini harusnya dimanfaatkan sebagai momentum untuk memperbaiki kinerja perusahaan konstruksi. Panangian menyampaikan BUMN konstruksi harus lebih realistis dalam membuat proyeksi target.
“Bagaimana pun ini momentum untuk memperbaiki kinerja perusahaan sebenarnya. Membuat proyeksi yang lebih realistis. Dulu waktu Maret, pertumbuhan ekomoni juga tinggal setengah dari pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019. Dari sana sudah bisa dibaca ada something,” sebut dia.
Dalam penjelasannya, sektor konstruksi ini diproyeksikan mulai bangkit pada tahun depan setelah pemerintah membuat anggaran pembangunan infrastruktur yang baru. (SKO)