BUMN ‘Sakit’ Tidak Harus Dibubarkan, Bisa Restrukturisasi Dulu
- Tidak semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ‘sakit’ harus segera dibubarkan. Negara dinilai memiliki banyak opsi sebelum memutuskan membubarkan atau menempuh opsi likuidasi BUMN, apalagi jika BUMN tersebut produk dan jasanya strategis.
Korporasi
JAKARTA – Tidak semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ‘sakit’ harus segera dibubarkan. Negara dinilai memiliki banyak opsi sebelum memutuskan membubarkan atau menempuh opsi likuidasi BUMN, apalagi jika BUMN tersebut produk dan jasanya strategis.
Toto Pranoto, associate partner BUMN Research Group LM FEB Universitas Indonesia menyebut beberapa opsi yang bisa dilakukan negara terhadap BUMN ‘sakit’. Pertama, menggabungkan BUMN tersebut dengan perusahaan sejenis.
“Di luar upaya likuidasi, negara ada cara lain juga untuk ditempuh. Misal kalau ada BUMN usahanya sejenis, bisa ngga disatukan dulu? Misalnya pemerintah memutuskan Pertani dan Sang Hyang Seri disatukan saja. Siapa tahu bisa jadi kekuatan yang lebih baik, daripada mengambil langkah likuidasi,” ujar Toto dalam forum group discussion with editors, Rabu, 17 November 2021.
- Peneliti: Literasi Keuangan Masyarakat Jadi Kunci Pemberantasan Pinjol Ilegal
- Keuntungan PGN Naik Ratusan Persen, PGAS Siap Menjadi Solusi Transisi Energi RI
- Anjing ini Menemani Anak-Anak yang Takut Vaksin di AS
Opsi kedua, negara bisa menyerahkan proses restrukturisasi BUMN ‘sakit’ ke PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA.
“Kalau ‘sakit’ biasanya diberikan dulu ke PPA. Dalam konteks ini, banyak perusahaan yang setelah direstrukturisasi jadi bagus. Misalnya, ini sebelum Covid ya, Waskita Karya juga 8-9 tahun yang lalu jadi pasien PPA. Setelah restrukturisasi, bisa keluar, terus jadi go public dan bisa tumbuh dengan cepat,” jelas Toto.
Sebelum memutuskan likuidasi suatu BUMN, Toto mengatakan pemerintah pastinya akan melihat dahulu apakah produk dan jasa yang dihasilkan BUMN itu masih strategis atau tidak. Lalu, seperti apa tingkat kesehatannya.
“Misal ada BUMN masih strategis tapi kondisi kesehatannya ngga prima. Tapi kalau dia masih dibutuhkan publik, tentu harus dilakukan penyelamatan. Misalnya Krakatau Steel, itu rapotnya merah. Tapi dia produksi baja, strategis. Apa mau dilikuidasi? Tidak, restrukturisasi harus dijalankan,” ujarnya.
Sementara itu Nien Rafles Siregar, managing partner Siregar Setiawan Manalu Partnership (SSMP) mengatakan, opsi likuidasi BUMN adalah sepenuhnya keputusan pemegang saham dalam hal ini pemerintah. Sedangkan opsi pailit, bisa oleh pemegang saham bisa juga dipaksa oleh kreditur yang menagih haknya.