Buntut Kasus Rafael, Pajak Harta Bakal Diberlakukan Lagi?
- Pajak harta dinilai dapat menekan ketimpangan ekonomi hingga menangkal gaya hidup mewah dari para elit.
Nasional
JAKARTA—Desakan untuk menerapkan pajak harta kekayaan mengemuka seiring terkuaknya gaya hidup mewah sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), termasuk Rafael Alun Trisambodo yang kini menjadi mantan Kepala Bagian Umum di Kanwil DJP Jakarta Selatan II usai dicopot dari jabatannya. Pajak harta dinilai dapat menekan ketimpangan ekonomi hingga menangkal gaya hidup mewah dari para elit.
Gagasan mengenai pajak harta tersebut diapungkan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses), Suroto. Usut punya usut, pemberlakuan pajak harta sebenarnya bukan hal baru di Tanah Air. Indonesia bahkan pernah menerapkan pajak harta cukup lama yakni medio 1930-an hingga 1980-an.
Dilansir dari pajakku.com, Senin 27 Februari 2023, kebijakan pajak harta mulai diresmikan sebelum kemerdekaan RI, tepatnya melalui Ordonansi Pajak Kekayaan Tahun 1932 (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1932 no.404). Dalam perjalanannya, ada revisi yang diatur dalam UU No.24 Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Kekayaan Tahun 1932.
- 5 Cara Membuat Rumah Anda jadi Tempat yang Aman untuk Masa Tua
- Tak Perlu Instal Aplikasi, Begini Cara Intip Story Instagram Seseorang Secara Anonim
- Rolling Stones Gandeng Personel The Beatles di Album Terbaru
Kebijakan tersebut diambil untuk menaikkan penghasilan negara. Dalam perubahan UU tersebut, terdapat Pasal 9 yang mengungkapkan bahwa seorang wajib pajak yang mendiami rumah miliknya, maka nilai jual rumah beserta tanahnya untuk dasar pengenaan pajak kekayaan dinilai dengan Rp20 juta pertama sebanyak 10%, Rp20 juta berikutnya sebanyak 20%, dan selebihnya sebanyak 50%.
Bagi wajib pajak yang juga merupakan pelaku usaha yang berkaitan dengan pemerintahan, mereka dapat memberitahukan jumlah kekayaan yang dimilikinya itu bukan sepenuhnya milik pribadi melainkan juga untuk usaha yang berkaitan dengan politik pemerintah di dalam bidang pembangunan. Berdasarkan kebijakan tersebut, penilaian atas kekayaan wajib pajak dapat dilakukan berdasarkan dengan keputusan Kepala Direktorat Pajak.
Namun Undang-Undang itu kini sudah dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Dilansir dari hukumonline.com, pajak kekayaan berpotensi meningkatkan penggunaan harta agar lebih produktif. Namun, pengungkapan atas harta bukan perkara mudah, terutama harta yang disembunyikan secara fisik seperti emas, berlian, lukisan, dan sejenisnya.
Kepemilikan atas harta tersebut rawan ditutupi melalui perusahaan, keluarga, yayasan, dan utang sehingga pemerintah perlu lebih jeli. Dengan fenomena ketimpangan ekonomi dan pamer gaya hidup mewah pada sebagian pejabat negara, akankah pajak harta bakal kembali diterapkan?