Buntut Kasus RAT dan ED, 99,9 Persen Pegawai Kemenkeu Sudah Lapor Kekayaan
- Suahasil pun menyerukan segenap pegawai terutama pejabat di lingkungan Kemenkeu untuk tidak risih melaporkan kekayaan mereka selama mereka bersih. Apalagi dalam LHKPN, KPK diberikan kuasa untuk mengakses informasi rekening yang sudah terhubung dengan sistem perbankan, asuransi, Badan Pertanahan Negara dan sebagainya.
Nasional
JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatatakan saat ini 32.165 pejabat dan pegawai Kemenkeu (99,95%) sudah melaporkannya kekayaan periode tahun 2022 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat sistem laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Hanya tersisanya 16 pegawai saja (0,05%) yang belum melapor.
Capaian ini jauh di atas capaian nasional yang secara rata-rata baru 69,5% saja yang menyelesaikan laporan kekayaan mereka. KPK sendiri memberi tenggat waktu hingga 31 Maret 2023 bagi pejabat publik untuk menyelesaikan laporan harta kekayaan periodik tahun 2022 mereka.
Kemenkeu sejatinya sistem pelaporan harta pegawainya di internal Kemenkeu bernama Alpha (Aplikasi Laporan Perpajakan dan Harta Kekayaan). Sistem ini terkoneksi dengan sistem di KPK.
- Blokir Anggaran Rp50,2 Triliun, Sri Mulyani: untuk Pencadangan Bantalan Ekonomi
- Zona Korea Creative Space, Surganya Para Kpopers di Jakarta
- Dorong Profitabilitas GoTo di Kuartal IV-2023, Gojek Siapkan Tiga Strategi Utama
"Kami menggunakan 3 line of defense dalam mengelola profil risiko kepatuhan pegawai. Pertama dipanggil kepala kantor wilayah, diberitahu untuk perbaiki. Kalau enggak diperbaiki akan dipanggil unit kepatuhan di Direktorat Jenderal, kemudian baru Inspektorat Jenderal, jadi ada semcam combine assurance," kata Suahasil di sela konferensi pers, Rabu, 1 Maret 2023.
Ia pun selalu mengingatkan kepada segenap pegawai agar melengkapi laporan kekayaan mereka dalam LHKPN, mengingat keuangan negara harus dikelola secara prudent dan oleh pegawai yang berperilaku baik.
Setiap pegawai Kemenkeu telah diberikan profil risiko baik rendah (hijau), sedang (kuning) maupun tinggi (merah). Profil tersebut dengan menganalisa sejumlah elemen seperti laporan harta kekayaan, informasi transaksi keuangan mencurigakan dari PPATK, sistem whistleblowing Kemenkeu, informasi intelijen termasuk juga informasi dari media sosial.
Dalam LHKPN sendiri, sumber kekayaan yang bisa dilaporkan terdiri dari usaha sendiri, warisan, hibah dengan akta serta hibah tanpa akta. Lazimnya yang sering dicurigai adalah yang bersumber dari hibah tanpa akta dan hasil sendiri.
Profil risiko ini juga terus diupdate dengan data dan temuan baru dan menjadi pertimbangan di setiap rapat tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) yang melakukan evaluasi menyeluruh untuk menentukan mutasi, rotasi dan sebagainya. Di satu sisi Inspektorat Jenderal Kemenkeu juga memperkaya analisa profil risiko pegawai.
“Jadi ini terus kita update. Misalnya dari asesmen LHKPN 2019 itu ditemukan ada sekitar 30 pegawai yang anomali, ini lantas kita update lagi dengan data tahun 2020. Jadi makin banyak informasi akan makin banyak yang bisa digabungkan untuk mengkonfirmasi risiko pegawai tersebut. Nah salah satu yang merah itu Rafael,” kata Suahasil.
Suahasil pun menyerukan segenap pegawai terutama pejabat di lingkungan Kemenkeu untuk tidak risih melaporkan kekayaan mereka selama mereka bersih. Apalagi dalam LHKPN, KPK diberikan kuasa untuk mengakses informasi rekening yang sudah terhubung dengan sistem perbankan, asuransi, Badan Pertanahan Negara dan sebagainya.
“Ya laporkan saja apa adanya, itu akan menjadi informasi yang baik untuk kita cocokkan dengan profil risiko pegawai. Dan kalau memang bersih mengapa jadi risih?,” tambah Suahasil.
Tambahan informasi, Kemenkeu menjadi instansi yang disorot publik lantaran gaya hidup mewah pegawainya. Hal ini mencuat setelah Mario Dandy Satrio, anak dari Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang merupakan pejabat eselon III yang menjabat Kepala bagian (Kabag) Umum Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jakarta Selatan II diduga melakukan penganiayaan.
Tak lama berselang, publik juga menyoroti perilaku hedonisme yang kerap ditunjukan Eko Darmanto (ED), Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di media sosial. Keduanya kini sedang dalam proses pencopotan dari jabatannya dan pemeriksaan KPK.