Nampak pekerja sedang berbincang di gedung perkantoran MTH 27 Office Suite di Jakarta. Gedung perkantoran milik Adhi Commuter Properti di Jalan MT Haryono, Cawang tersebut berkonsep Transit Oriented Development (TOD) dengan 13 lantai yang terdiri atas 11 lantai perkantoran dan dua lantai area komersial serta mengusung green building,Senin 24 Januari 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Buntut Protes Pencairan Dana JHT, Menaker akan Dialog dengan Serikat Pekerja dan Buruh

  • Peraturan tentang pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia pekerja 56 tahun menuai protes keras.
Nasional
Yosi Winosa

Yosi Winosa

Author

JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang berlaku efektif per 4 Mei 2022 merupakan aturan untuk melindungi masa tua para pekerja.

Ida mengakui pengesahan aturan baru yang menetapkan pencairan dana JHT hanya dapat dilakukan pada saat usia pekerja mencapai 56 tahun ini sudah melalui proses dialog dengan stakeholders ketenagakerjaan dan kementerian/lembaga terkait.

"Walaupun demikian, karena terjadi pro-kontra terhadap terbitnya Permenaker ini, maka dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholders, terutama para pimpinan serikat pekerja atau serikat buruh,” kata dia dalam website resmi seperti dikutip Minggu, 13 Februari 2022.

Ida menambahkan, tujuan aturan ini yakni agar Jaminan Hari Tua (JHT) dikembalikan kepada fungsinya, sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya  memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi. 

Hal ini setelah mempertimbangkan banyaknya program jaminan sosial untuk para buruh yakni Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

“Karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN),” tambah dia.

Pencairan Bertahap

Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang. Meskipun tujuannya untuk perlindungan di hari tua (yaitu memasuki masa pensiun), atau meninggal dunia, atau cacat total tetap, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT-nya. 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila Peserta telah mengikuti program JHT   paling sedikit 10 tahun. 

Adapun besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu 30% dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10% dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun. 

Dalam PP tersebut juga telah ditetapkan bahwa yang dimaksud masa pensiun tersebut adalah usia 56 tahun. 

"Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai," tambah Ida.

Sementara, bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), mereka berhak mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang Jaminan Hari Tua. 

Pemerintah juga meluncurkan program baru sebagai bantalan untuk mereka yang terkena PHK, yakni Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai, pelatihan kerja dan akses informasi pasar kerja, sehingga diharapkan pekerja bisa survive dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru. 

Senior Investment Information PT Miare Asset Sekuritas Indonesia Muhammad Navan Aji Gusta menyatakan beleid baru ini sebenarnya berdampak positif bagi perusahaan, antara lain tingkat produktivitas karyawan yang terjaga serta implementasi GCG yang juga semakin baik.

“Misalnya kaitannya dengan perusahaan yang benar-benar memberi pesangon ketika terjadi PHK. Perusahaan yang benar-benar memberi pesangon atau hak-hak lainnya bagi pegawainya, ini harus kita apresiasi karena artinya dia menjalankan aturan ini dengan baik,” kata dia kepada TrenAsia.com.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan beleid tersebut mencerminkan upaya pemerintah untuk mencari jalan keluar dan jalan tengah mengingat kebutuhan pekerja terutama kelas menengah bawah saat ini meningkat akibat dari gelombang PHK.

“Mereka punya kebutuhan besar untuk tambahan cash mereka setelah di-PHK. Jadi menurut saya sih pemerintah mencari jalan itu secara proporsional jadi misalkan boleh diambil sekian persen, bertahap. Jadi memang tidak bisa langsung sekaligus 100% karena namanya kan juga JHT jadi sampai batas waktu tertentu,” kata dia kepada TrenAsia.com.

Pertimbangan lain adalah menjaga cashflow BPJS Ketenagakerjaan. Jika dibolehkan pencairan 100% kemudian terjadi rushing dikhawatirkan cashflow BPJS TK tidak memenuhi. Sehingga tetap dicairkan secara bertahap sampai kemudian bisa dicairkan full di usia 56 tahun. 

“Kalau cashflow BPJS TK juga tidak mumpuni, harus ada backing pemerintah karena kondisinya selama pandemi ini kan bukan kondisi normal. Makanya pemerintah harus tetap memberikan jalan keluar seperti itu, tidak hanya dalam bentuk bansos dan lain-lain. Ini juga bentuk bantuan kepada masyarakat bawah terutama pekerja yang di-PHK dan mereka sedang membutuhkannya pada saat sekarang,” tambah Faisal.