Ilustrasi perusahaan rintisan alias start up unicorn dan decacorn di Asia Tenggara, termasuk Indonesia / TrenAsia-Deva Satria
Pasar Modal

Bursa Singapura Rayu Unicorn IPO dengan Insentif, BEI Panik Enggak?

  • Bursa Singapura gencar menarik start up unicorn untuk IPO. Bagaimana strategi BEI?

Pasar Modal

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Pada pertengahan September 2021, pemerintah Singapura mengumumkan rencananya untuk menarik lebih banyak perusahaan agar melantai di Singapore Exchange (SGX) dengan meluncurkan paket pendanaan dan sejumlah insentif.

Langkah ini dilakukan terutama untuk memikat start up dengan predikat unicorn dari dalam dan luar negeri untuk masuk ke Bursa Singapura. Seperti diketahui, saat ini tren perusahaan rintisan berbasis teknologi dengan valuasi jumbo kian marak.

Seperti dalam laporan Reuters, dikutip Rabu, 6 Oktober 2021, Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura mengatakan pemerintah bersama perusahaan investasi milik negara, Temasek akan menyiapkan dana investasi untuk ditempatkan dalam pendanaan tahap akhir.

Pemerintah Singapura dan Temasek juga akan mengalokasikan dananya terhadap perusahaan dengan pertumbuhan tinggi yang akan melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di SGX.

“Seiring semakin banyak perusahaan rintisan kami yang berkembang menjadi perusahaan regional dan global, memiliki pasar ekuitas rumah yang dinamis menjadi lebih relevan,” ujar Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, Gan Kim Yong.

Bahkan, sebelumnya Bursa Singapura telah merilis aturan baru untuk membuka jalan bagi start up yang akan IPO di Negeri Singa tersebut melalui pencatatan perusahaan akuisisi tujuan khusus (special purpose acquisition company/SPAC). Ini menjadikan SGX sebagai Bursa pertama di Asia yang menetapkan aturan tersebut.

BEI Panik Enggak?

Kondisi ini bisa menjadi “ancaman” tersendiri bagi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang juga tengah menarik sejumlah perusahaan raksasa teknologi untuk go public di dalam negeri. 

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyatakan bahwa Bursa domestik saat ini sedang mengalami pertumbuhan dengan adanya 750 perusahaan yang telah tercatat, di mana salah satunya merupakan unicorn lokal, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).

Ini belum termasuk 24 perusahaan yang berada dalam pipeline pencatatan Bursa berdasarkan data per 1 Oktober 2021. Perusahaan-perusahaan tersebut sedang dievaluasi dan mengantri untuk melantai di BEI tahun ini.

“Kami berharap Indonesia senantiasa menjadi negara pilihan investasi., Indonesia diharapkan juga menjadi pilihan sarana peningkatan value bagi perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya di BEI,” ujarnya kepada media, Rabu, 6 Oktober 2021.

Hingga saat ini, lanjut Nyoman, pihaknya secara pro aktif melakukan one-on-one session dengan perusahaan teknologi di Indonesia untuk melakukan diskusi dan mendengar kebutuhan mereka terkait opsi menggalang dana di pasar modal Indonesia. 

Pihaknya berkomitmen untuk menjadikan Bursa Efek Indonesia sebagai house of growth (rumah untuk bertumbuh) bagi seluruh karakteristik perusahaan-perusahaan potensial di Tanah Air dengan menjadi Bursa yang adaptif dan kompetitif. 

“Tentunya kami berharap para perusahaan teknologi buah karya anak bangsa tersebut memilih Bursa Efek Indonesia sebagai home-listing mereka,” tutur dia.

Strategi dan Terobosan BEI

Untuk meningkatkan daya saing dengan Bursa di regional, regulator pasar modal Indonesia turut melakukan berbagai terobosan untuk mengakselerasi peningkatan jumlah perusahaan tercatat, mulai dari infrastruktur peraturan, pengembangan fitur-fitur tambahan notasi khusus, klasifikasi perusahaan tercatat, hingga kajian SPAC. 

“Dengan berbagai terobosan yang dilakukan Bursa, kami berharap dapat memberikan nilai strategis bagi para unicorn maupun perusahaan teknologi untuk masuk ke pasar modal Indonesia. Tentunya diharapkan juga dapat menarik potensi masuknya pendanaan dari investor global,” ucap Nyoman

Setidaknya terdapat lima strategi serta terobosan yang telah dan akan segera direalisasikan BEI sebagai berikut.

1. Rancangan POJK tentang MVS/SHSM

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Self-Regulatory Organizations (SRO) pasar modal (BEI, KPEI, KSEI) terus melakukan pembahasan bersama dalam penyusunan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel Oleh Emiten Dengan Inovasi Dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas.

Pada 8 Juni 2021, OJK telah melakukan proses rule making rule (RMR) untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari publik. Tentunya kita berharap bahwa RPOJK tersebut akan segera terbit di tahun ini, sehingga dapat menjawab kebutuhan dari para stakeholders di pasar modal dan tetap mengutamakan perlindungan investor publik. 

2. Revisi Peraturan Bursa Nomor I-A 

Saat ini, BEI sedang dalam proses memperbarui Peraturan I-A untuk membukakan "pintu-pintu" masuk baru yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai sektor industri, termasuk perusahaan teknologi yang valuasinya sudah mencapai centaur, unicorn, dan decacorn.

Peraturan ini nantinya diharapkan dapat mengakomodasi perusahaan-perusahaan dengan karakteristik baru yang nilainya tidak terbatas pada net tangible asset (NTA). Bisa dari NTA, laba, pendapatan kapitalisasi pasar, dan/atau cashflow

3. Pengembangan Notasi Khusus 

Dalam rangka mengakomodasi pencatatan saham perusahaan yang menerapkan saham dengan hak suara multipel (multiple voting share/MVS) dan juga sebagai bagian dari keterbukaan informasi dan perlindungan bagi para investor, BEI berinisiatif untuk memberikan notasi khusus kepada perusahaan tercatat yang menerapkan SHSM.

Tujuannya untuk meningkatkan awareness bagi investor mengingat pada SHSM terdapat perbedaan hak suara yang memberikan lebih dari 1 (satu) hak suara kepada pemegang SHSM, sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam RUPS. 

Kriteria emiten yang dapat menerapkan SHSM akan diatur dalam rancangan Peraturan OJK tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas. 

Pemberian notasi khusus ini bukan merupakan suatu bentuk hukuman atau ketetapan, namun semata-mata menerangkan status suatu perusahaan tercatat berdasarkan kondisi aktualnya, atas hal-hal yang informasinya bersifat publik.

4. Implementasi IDX Industrial Classification (IDX IC) 

Inisiatif lain yang dilakukan oleh Bursa adalah implementasi pengklasifikasian perusahaan tercatat melalui IDX Industrial Classification (IDX IC) yang berlaku sejak 25 Januari 2021 sebagai pengganti JASICA (Jakarta Stock Industrial Classification). 

Pengklasifikasian ini dinilai penting dan lebih sesuai dengan common practice yang berlaku di bursa-bursa global dan dapat menjadi panduan untuk melakukan analisis perbandingan sektoral yang lebih relevan dalam keputusan investasi. 

5. Kajian Penerapan SPAC

Pada saat ini di Indonesia belum terdapat skema investasi melalui pendirian perusahaan dengan skema SPAC. Untuk itu, Bursa sedang melakukan studi terkait dengan SPAC termasuk pemetaan atas regulasi yang saat ini ada maupun regulasi baru yang sekiranya dapat mensupport pengembangan SPAC.

Dengan demikian, peningkatan jumlah perusahaan tercatat diakselerasi melalui pencatatan saham perusahaan yang dilakukan seperti IPO konvensional dan juga melalui skema-skema khusus lainnya seperti SPAC.