<p>Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Irfan Setiaputra. / Facebook @irfan.setiaputra</p>
Industri

Buset! Kantong Kosong, Utang Garuda Indonesia Tembus Rp31,9 Triliun

  • PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mencatat total saldo utang usaha dan pinjaman perbankan mencapai US$2,2 miliar setara Rp31,9 triliun, padahal kas tersisa hanya Rp210 miliar.

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mencatat total saldo utang usaha dan pinjaman perbankan mencapai US$2,2 miliar setara Rp31,9 triliun (kurs Rp14.512 per dolar Amerika Serikat).

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR mengatakan saldo utang senilai US$2,2 miliar itu per 1 Juli 2020.

“Saldo utang usaha dan pinjaman bank total 1 Juli 2020 sebesar US$2,2 miliar,” ujarnya dilansir Antara, Selasa, 14 Juli 2020.

Irfan merinci US$2,2 miliar itu di antaranya US$905 juta pinjaman jangka pendek dan US$645 juta pinjaman jangka panjang.

“Dari US$645 juta ada pinjaman sukuk US$500 juta yang sudah kita negosiasi dan extend (perpanjang) selama tiga tahun yang seharusnya jatuh tempo 3 Juni 2020, menjadi 3 Juni 2023,” katanya.

Sementara itu untuk arus kas (cash flow) yang tersisa di perusahaan hanya US$14,5 juta atau Rp210 miliar.

Nego Utang Hingga PHK

Untuk itu Irfan selain menegosiasi pinjaman yang jatuh tempo juga merestrukturisasi sewa pesawat untuk menurunkan harga pesawat.

Di sisi lain, lanjut dia, perusahaan juga melakukan rekonsiliasi personalia 800 pegawai yang berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diberikan cuti luar tanggungan (unpaid leave).

Irfan menambahkan perusahaan juga melakukan pensiun dini di mana pegawai yang berusia di atas 45 tahun diperbolehkan untuk mengambil pensiun.

“Sampai saat ini hampir 400 orang yang bersedia secara sukarela menerima program pensiun dini,” katanya.

Selain itu juga adanya pemotongan gaji 10%-50%, baik dari level staf, jajaran direksi maupun komersial, di mana semakin tinggi jabatannya pemotongan gaji (take home pay) semakin besar.

“Kemudian kita melakukan percepatan kontrak terhadap pilot, kontrak yang kita istilahkan dengan PKWT, kita selesaikan lebih dini, kita bayarkan hak-haknya sekitar 135 orang,” katanya.

Irfan menuturkan dari efisiensi yang dilakukan di internal perusahaan, pihaknya berharap bisa menghemat hingga US$67 juta.

Ia mengatakan pihaknya juga akan memaksimalkan penerbangan kargo dan sewa. Pada Selasa, 14 Juli 2020, terdapat 10 penerbangan khusus yang diisi hanya kargo.

“Kita tidak punya pesawat khusus kargo tapi ada izin Kemenhub, sehingga kita bisa bawa barang-barang kargo di atas mesin pesawat asal berat tidak lebih 70 kg. Kita juga melakukan penundaan pembayaran kepada pemasok jasa, avtur, kebandarudaraan,” kata Irfan. (SKO)