Ilustrasi PLTS Atap.
Energi

Butuh 4 Kali Lipat Pembangkit EBT untuk Gantikan 1 PLTU

  • Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar mengungkapkan PLTU Cirebon-1 yang akan pensiun dini (early retirement) harus digantikan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 2.400 megawatt (MW).

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Pemerintah sudah mencanangkan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan.

Akan tetapi, rencana kerja pensiun dini PLTU masih belum terang benderang lantaran peta jalan (roadmap) masih disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Terlebih, saat ini sumber energi fosil seperti baru bara masih mendominasi sumber energi nasional.

Jika PLTU harus di suntik mati berapa besar energi yang bisa menggantikannya?

Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar mengambil contoh, PLTU Cirebon-1 berkapasitas 600 megawatt (MW) yang akan pensiun dini (early retirement) harus digantikan oleh pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar dengan kapasitas sebesar 2.400 MW.

Menurut Suroso, hal ini menjadi masalah utama yang harus dipikirkan ketika ingin menyuntik mati PLTU lebih awal adalah mencari energi penggantinya. Pasalnya, 1 PLTU harus digantikan dengan pembangkit EBT yang setidaknya punya kapasitas 4 kali lipat.

"Masalahnya, renewable energy kan tidak setara dengan sifat beban dasar tadi, juga harus dibagi dengan kombinasi dari gas, kombinasi dari surya, kombinasi dengan angin, dan baterai, yang kapasitasnya bisa mencapai 2.400 MW," ungkapnya saat Media Briefing Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas, Rabu 18 September 2024.

PLN menilai kebijakan pensiun dini PLTU atau biasa disebut coal phased-down ini harus dilakukan dengan hati-hati mempertimbangkan kestabilan dan keandalan jaringan. Pensiun dini PLTU juga butuh investasi besar untuk menjamin keberlangsungan usaha perusahaan pembangkit yang terdampak.

Dari sisi PLN salah satu PLTU yang dipastikan bakal pensiun dini adalah PLTU Cirebon-1 berkapasitas 600 MW yang kontrak seharusnya sampai 2042, dimajukan 7 tahun menjadi 2035.

Sehingga Suroso menegaskan, esensi dari kebijakan ini yang terpenting adalah PLN tidak akan membangun baru PLTU batu bara, serta pensiun dini PLTU perlu dilakukan secara bertahap.

Terganjal Roadmaps

Sebelumnya, Direktur Konservasi Energi EBTKE, Hendra Iswahyudi menyebut, saat ini Kementerian ESDM tengah menyusun draf peta jalan (roadmap) terkait pensiun dini PLTU batu bara.

"Kami sudah menyusun draft-nya, namun agar ini lebih Good Corporate Governance (GCG), kami sedang konsultasikan dengan Jamdatun. Mulai rapat untuk terus, agar policy negara ini terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, misalkan di kemudian hari ada kerugian negara dan sebagainya," katanya saat ditemui di Bandung, Selasa, 17 September 2024.

Menurut Hendra, setelah setelah peta jalan dibentuk baru akan dikeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) sehingga ketiga Menteri yaitu Menteri BUMN, Menteri ESDM dan Menteri Keuangan berdiskusi dan menyepkati prioritas peta jalan yang dibuat.

Hendra membocorkan jika, Kementerian yang dikepalai Bahlil Lahadalia ini tengah mengaji dan mengitung jika pensiun dini PLTU dilakukan sebelum 2030 nanti.

Adapun perhitungan ini juga akan berkesinambungan dengan pembiayaan yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) melalui program Energy Transition Mechanism (ETM). ETM sendiri adalah program pembiayaan ADB untuk mengakselerasi transisi energi berkelanjutan dari energi fosil ke energi bersih, yang dikolaborasikan bersama dengan pemerintah negara-negara, investor swasta dan filantropi.