Pabrik petrokimia milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Energi

Butuh Investasi US$20 Miliar, Industri Petrokimia Indonesia Perlu Dukungan Lebih Pemerintah

  • Pengembangan industri petrokimia di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan. Banyaknya kebijakan yang kurang mendukung menjadi salah satu penyebab utama. Sebagai contoh, investasi Lotte Group memerlukan waktu yang sangat lama untuk terealisasi.

Energi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti pentingnya kebijakan pemerintah yang mendukung investasi di sektor petrokimia. Industri ini membutuhkan insentif yang kompetitif, seperti tax holiday hingga 20 tahun, serupa dengan kebijakan di Vietnam dan Malaysia. 

Hal ini krusial mengingat investasi yang diperlukan sangat besar yakni mencapai US$20 miliar. Industri petrokimia memiliki peran vital dalam menopang sektor hulu manufaktur. Bahan baku yang dihasilkan digunakan dalam berbagai sektor, seperti plastik, tekstil, farmasi, kosmetik, dan obat-obatan. Investasi di sektor ini juga dianggap sebagai kunci untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi 8% yang menjadi bagian dari visi Presiden Prabowo Subianto.

Namun, pengembangan industri petrokimia di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan. Banyaknya kebijakan yang kurang mendukung menjadi salah satu penyebab utama. Sebagai contoh, investasi Lotte Group memerlukan waktu yang sangat lama untuk terealisasi. 

"Demi menarik investor lain untuk bisa masuk ke pasar dalam negeri, maka pemerintah harus bisa memberikan paket kebijakan yang menarik," jelas Ketua Komisi Tetap Industri Apindo, Achmad Widjaja, dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Senin, 23 Desember 2024.

Selain itu, ketidakpastian kontrak gas jangka panjang juga menjadi kendala, di mana kontrak yang ada saat ini hanya berlaku selama 5 tahun, sedangkan industri memerlukan kontrak hingga 20 tahun untuk memastikan keberlanjutan.

Meskipun industri petrokimia masuk dalam tujuh sektor prioritas yang seharusnya mendapatkan tarif gas sebesar US$6 per MMBTU atau sekitar Rp melalui kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), kenyataannya tidak semua pelaku industri menikmati manfaat ini. 

Produksi Petrokimia

Dari sisi kapasitas produksi, industri petrokimia nasional memiliki potensi yang besar dengan kapasitas produksi olefin mencapai 9,72 juta ton, aromatik sebesar 4,61 juta ton, dan C1 metanol sebanyak 980.000 ton. Angka-angka ini mencerminkan fondasi yang cukup kuat untuk mendukung pertumbuhan sektor petrokimia di Indonesia, asalkan didukung oleh kebijakan yang tepat dan implementasi yang konsisten.

Ketidaksesuaian penerapan tarif tersebut menjadi tantangan besar bagi industri petrokimia, yang harus bersaing di pasar global dengan biaya produksi yang lebih kompetitif di negara lain. Situasi ini tidak hanya menekan margin keuntungan pelaku usaha, tetapi juga menghambat daya saing produk petrokimia Indonesia di pasar internasional.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, pemerintah terus mengambil langkah-langkah strategis untuk mendukung pengembangan industri petrokimia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mematangkan instrumen neraca komoditas, yang bertujuan untuk memantau dan mengendalikan dominasi produk impor di pasar domestik. 

Selain itu, pemerintah perlu mendorong integrasi yang lebih kuat antara industri hulu dan hilir, yang diharapkan dapat memperkuat struktur rantai pasok industri petrokimia nasional. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan daya saing sektor tersebut, tetapi juga untuk mendorong kemandirian industri dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Untuk penguatan struktur industri, yang perlu memang untuk penguatan salah satunya adalah melakukan integrasi industri hulu dan hilir," tambah Widjaja.

Dengan kebijakan yang mendukung, penguatan struktur industri, dan penanganan hambatan utama, industri petrokimia Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu penggerak utama ekonomi nasional. Pemerintah, pelaku industri, dan investor diharapkan dapat bekerja sama untuk mewujudkan visi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.