Butuh Rp12 Triliun, Kementerian ESDM Targetkan Rasio Elektrifikasi 100% pada 2022
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis dapat menuntaskan target rasio elektrifikasi 100% pada 2022.
Nasional
JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis dapat menuntaskan target rasio elektrifikasi 100% pada 2022. Elektrifikasi 100% artinya seluruh wilayah Indonesia akan teraliri listrik.
“Kita tuntaskan semua tahun depan. Target rasio elektrifikasi pada tahun 2022 mendatang bisa mencapai 100 persen,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, dikutip Minggu, 30 Mei 2021.
Untuk mencapai target tersebut, lanjut Rida, pemerintah membutuhkan investasi sebesar Rp12,02 triliun. Apabila dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tersedia kurang dari jumlah tersebut, maka target 100% akan bergeser ke tahun berikutnya.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Kita sudah hitung kira-kira butuh Rp12,02 triliun. Kalau dananya ada hanya Rp5 triliun, ya berarti bergeser target 100 persen rasio elektrifikasinya ke tahun berikutnya,” kata Rida.
Rida menyebutkan, hingga kuartal I-2021, rasio elektrifikasi mencapai 99,28% dan rasio jumlah desa berlistrik mencapai 99,59%. Rinciannya, Terdapat 542.124 rumah tangga yang belum merasakan aliran listrik. Sementara jumlah desa yang belum teraliri listrik mencapai 346 desa. “Data ini bersifat dinamis,” ujarnya.
Selain rasio elektrifkasi, terdapat dua program lain yang menjadi sasaran utama pemerintah, yaitu rasio desa berlistrik dan tingkat mutu pelayanan. “Tiga hal ini akan menjadi komponen utama dalam Program Indonesia Terang,” jelas Rida.
Guna memenuhi target tersebut, terdapat sejumlah strategi yang disiapkan pemerintah bersama PLN. Beberapa di antaranya yakni memasifkan perluasan jaringan (grid extension) dengan penyambungan desa atau rumah tangga yang dekat dengan grid PLN. Terdapat 24 desa untuk perluasan jaringan di tahun 2021.
“Startegi ini sangat situasional dan menyesuaikan survei di lapangan tergantung wilayahnya,” kata dia.
Selanjutnya, ada mini grid, yaitu pembangunan pembangkit berbasis EBT setempat untuk kelompok masyarakat yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau. Terdapat 37 desa di tahun 2021.
Terakhir, ada pembangunan pembangkit EBT, Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL), dan Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL) diperuntukan bagi masyarakat yang bermukim tersebar (scattered). Terdapat 20.711 unit APDAL atau yang dikenal tabung listrik untuk 285 desa di tahun 2021 berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN) 2021 dan SPEL oleh PLN.
“Program ini sedang berjalan,” jelas Rida.
Startegi lain yang tengah diupayakan oleh pemerintah adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga suiya (PLTS) dan listrik desa. Harapannya, dengan cara ini daerah terpencil yang ada di pelosok Indonesia bisa mendapatkan listrik dengan pembangunan pembangkit yang mudah dan murah.
Tak hanya itu, Rida juga akan mengizinkan PLN membangun pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) apabila membangun di daerah terpencil.
“Saya bilang kepada PLN, ya, tidak apa-apa kalau harus pakai PLTD, saya tutup mata deh. Yang penting daerah pelosok ini nyala dulu listriknya. Nanti baru, misalnya, dalam waktu lima tahun PLTD itu kemudian diganti dengan yang EBT,” ujar Rida.
Selain pembangunan pembangkit, menurut Rida, hal yang perlu diperhatikan adalah membangun transmisi listrik ke daerah terpencil. Menurut Rida, saat ini pembangunan transmisi sudah digencarkan agar interkoneksi bisa berjalan.