Ilustrasi Smelter RKEF PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).
Energi

Cadangan Melimpah, Ini Biang Kerok RI Masih Impor Nikel

  • Sepanjang Januari hingga Maret 2024 alias kuartal I-2024, total impor nikel Indonesia mencapai 227.015 metrik ton

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, Indonesia masih mengimpor komoditas nikel, meskipun dikenal sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut, alasannya karena Indonesia membutuhkan pasokan nikel dari luar negeri. Hal itu salah satunya karena banyak Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) produsen nikel belum terbit. Adapun, RKAB disusun untuk produksi selama tiga tahun ke depan.

"RKAB yang sudah terbit nikel itu 450-470 perusahan, tiap hari nambah terus, totalnya kan 700 perusahaan," kata Arifin saat ditemui di kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM pada Jumat, 7 Mei 2024.

Arifin mengatakan, RKAB yang sudah diterbitkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) baru 470 perusahaan dengan total produksi 240 juta ton.

Sepanjang Januari hingga Maret 2024 alias kuartal I-2024, total impor nikel Indonesia mencapai 227.015 metrik ton. Menyikapi hal ini menurut Arifin sementara ini karena produksi nikel tersendat karena banyak RKAB yang belum terbit.

Sehingga produksi nikel tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan industri dalam negeri, terutama pabrik pengolahan atau smelter nikel yang tidak terintegrasi dengan pertambangan.

Namun Arifin menegaskan, RKAB yang belum terbit disebabkan oleh kesalahan perusahaan yang belum memenuhi persyaratan. Pasalnya, jika syarat sudah dipenuhi, pemerintah pasti akan cepat mengeluarkan RKAB.

Biasanya beberapa syarat yang tidak dipenuhi perusahaan, yakni belum melunasi setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah tidak berlaku. Kemudian belum adanya program pebinaan masyarakat atau bahkan matinya perizinan.

Sebagaimana diketahui, Kementerian ESDM sebelumnya telah menerbitkan aturan baru perihal tata cara penyusunan, penyampaian, dan persetujuan RKAB sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 tahun 2023.

Beleid tersebut mencabut sebagian Peraturan Menteri ESDM (Permen) Nomor 7 Tahun 2020 yang mengatur tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Aturan ini diteken oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 8 September 2023 dan diundangkan di Jakarta pada 11 September 2023.

Cadangan dan Produksi Besar

Indonesia memegang posisi terdepan dalam hal cadangan nikel global. Dengan perkiraan mencapai 25% dari total cadangan dunia, negara ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa dalam bentuk nikel.

Dilansir esdm.go.id, cadangan nikel Indonesia mencapai angka mencengangkan sebesar 23,7 miliar ton, dengan Papua menjadi tempat terbesar di mana cadangan ini tersimpan, diikuti oleh Sulawesi dan Maluku.

Sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia telah secara konsisten memainkan peran penting dalam pasokan global.

Produksi nikel mencapai 1 juta ton per tahun, dengan pencapaian mencapai 1,1 juta ton pada tahun 2022. Dengan target produksi yang ambisius, yaitu mencapai 1,7 juta ton pada tahun 2024, Indonesia berusaha untuk memperkuat posisinya di pasar global.

Nilai Ekonomi Nikel

Kontribusi nikel terhadap ekonomi Indonesia sangat signifikan. Dengan nilai ekspor mencapai US$11,7 miliar atau sekitar Rp183,96 triliun (kurs Rp15.720) pada tahun 2022, nikel telah menjadi salah satu tulang punggung ekspor negara ini.

Proyeksi juga menunjukkan bahwa industri nikel berpotensi menghasilkan pendapatan negara hingga US$30 miliar atau sekitar Rp471,7 triliun per tahun pada tahun 2024, menunjukkan potensi besar yang masih belum tergarap sepenuhnya.