Ilustrasi Smelter RKEF PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).
Energi

Cadangan Nikel Menipis, Menteri ESDM Batasi Izin Smelter Nikel Kelas II

  • Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menegaskan komitmen pemerintah membatasi izin atau moratorium pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) kelas II karena pasokan bijih nikel semakin terbatas.
Energi
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menegaskan komitmen pemerintah membatasi izin atau moratorium pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter)  kelas II karena pasokan bijih nikel semakin terbatas.

Arifin menegaskan jika Kementeriannya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), untuk ikut membatasi izin smelter nikel kelas II yang tidak terintegrasi dengan pertambangan.

"Kita lagi komunikasi dan koordinasi sama Kementerian Perindustrian, karena kebanyakan izin keluar, izin yang tidak terintegrasi," tegasnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM beberapa waktu lalu.

Adapun tambahan informasi, smelter yang dibatasi tersebut berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang memproses nikel kelas II, saprolite, melalui metode pirometalurgi dan menghasilkan produk nickel pig iron (NPI), feronikel, dan nickel matte.

Padahal pemerintah ingin mendorong hilirisasi nikel di Indonesia minimal tercapai 60-70%, termasuk untuk baterai kendaraan listrik yang membutuhkan teknologi smelter berbeda, yaitu High-Pressure Acid Leach (HPAL).

Sebelumnya, Kementerian ESDM mengungkapkan pembatasan izin tersebut mempertimbangkan supply dan demand biji nikel. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif menegaskan, keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan biji nikel diperlukan agar Indonesia tidak hanya menjadi pengimpor biji nikel saja namun juga menambah nilai komoditas itu sendiri.

Kondisi Smelter hingga saat Ini

Stafsus menteri ESDM ini menjelaskan, bahwa proses pyrometalurgi ke arah stainless steel ada 44 smelter dan yang menggunakan proses hydrometalurgi ke arah baterai itu ada 3 smelter. Sedangkan jika dilihat dari konsumsi biji nikel untuk pyrometalurgi dengan saprolite adalah sebesar 210 juta ton per tahun dan limonate sebesar 23,5 juta ton per tahun.

Saat ini, terdapat 25 smelter yang sedang tahap konstruksi membutuhkan pasokan nikel sebanyak 75 juta ton per tahun. Sedangkan untuk arah proses baterai hydrometalurgi ada 6 smelter yang sedang konstruksi dengan kebutuhan biji 34 juta ton per tahun.

Pada tahap perencanaan ke arah pyrometalurgi, terdapat 28 smelter dan 10 smelter untuk hydrometalurgi dengan kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun dan 54 juta ton per tahun.

Irwandy merinci lebih lanjut, total, smelter yang ada sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru itu ada 116 smelter yang terdiri dari 97 smelter pyrometalurgi dan 19 smelter ke arah hydrometalurgi.