<p>Wisma BNI 46 menjadi simbol gedung-gedung pencakar langit di Jakarta / Shutterstock</p>
Nasional

Cara Indonesia Keluar dari Jebakan Pendapatan Menengah

  • Rata-rata pertumbuhan ekonomi 5% per tahun masih jauh di bawah negara-negara seperti Korea Selatan yang mencatatkan pertumbuhan lebih dari 7% selama era transformasinya.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Jebakan pendapatan menengah (middle income trap) menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Setelah lebih dari dua dekade pertumbuhan ekonomi stagnan di sekitar 5%, pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto mengupayakan reformasi struktural untuk mendorong lompatan status sebagai negara maju dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa negara-negara yang berhasil keluar dari jebakan pendapatan menengah memiliki kemampuan untuk membangun daya saing dan produktivitas. Hal tersebut mencerminkan kemampuan mereka dalam memproduksi barang atau jasa serta menjualnya ke pasar dunia. 

"Ciri dari negara-negara yang mampu keluar dari middle income trap adalah mereka pasti bisa membangun daya saing dan produktivitas negara tersebut. Itu artinya mereka bisa berproduksi, bisa menjual ke pasar dunia," ujar Menkeu di Jakarta, dikutip laman resmi Kemenkeu, Senin, 25 November 2024.

Sri Mulyani mengungkap tidak semua negara di dunia mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai status negara maju. Dari total sekitar 197 negara yang ada, sebagian besar masih berada dalam kategori negara berpenghasilan rendah atau menengah. Fenomena ini menunjukkan bahwa keluar dari middle income trap adalah tantangan yang sangat sulit bagi banyak negara.

Menurut Sri Mulyani, hanya segelintir negara yang berhasil mengatasi jebakan pendapatan menengah dan naik ke kategori negara berpenghasilan tinggi. Ia menjelaskan, berdasarkan studi Bank Dunia saat ia menjabat sebagai Managing Director Operasi, jumlah negara yang berhasil mencapai level tersebut tidak lebih dari 20, bahkan mungkin hanya sekitar 15 negara di seluruh dunia. Hal ini mencerminkan perlunya upaya luar biasa bagi sebuah negara untuk mencapai status high-income country.

“Hanya sedikit di dalam studi Bank Dunia di mana saya waktu itu menjadi managing director operasi tidak lebih dari mungkin 20 negara atau bahkan lebih kecil, 15 negara yang bisa terlepas dari middle-income trap menjadi high-income country,” ujar Menkeu.

Sri Mulyani menegaskan pentingnya reformasi struktural dan kebijakan strategis untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Investasi di bidang pendidikan, inovasi teknologi, dan infrastruktur menjadi elemen kunci agar negara seperti Indonesia mampu keluar dari jebakan pendapatan menengah dan bergabung dengan kelompok negara maju.

Tantangan yang Menghambat Kemajuan

Dilansir dari Antara, terdapat sejumlah tantangan yang masih menjadi hambatan dalam upaya mendorong kemajuan ekonomi nasional, berikut di antranya:

Stagnasi Pertumbuhan Ekonomi

Meski stabil, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama dua dekade terakhir belum cukup tinggi untuk membawa negara ini keluar dari jebakan pendapatan menengah. Rata-rata pertumbuhan ekonomi 5% per tahun masih jauh di bawah negara-negara seperti Korea Selatan yang mencatatkan pertumbuhan lebih dari 7% selama era transformasinya.

Produktivitas Tenaga Kerja yang Rendah

Sebagian besar tenaga kerja Indonesia berada di sektor informal dengan produktivitas yang rendah. Misalnya, sektor pertanian yang menyerap 30% tenaga kerja hanya menyumbang 12,7% terhadap PDB, kondisi tersebut menunjukkan efisiensi tenaga kerja yang belum optimal.

Kualitas Sumber Daya Manusia yang Tertinggal

Indeks Modal Manusia Indonesia hanya mencapai 0,54, tertinggal jauh dibandingkan dengan negara maju seperti Singapura (0,88). Rendahnya hasil tes PISA mencerminkan kesenjangan dalam kualitas pendidikan dasar dan menengah.

Ketimpangan Wilayah

Ekonomi Indonesia sangat terpusat di Pulau Jawa, sementara kawasan timur seperti Papua dan Maluku tertinggal jauh. Ketimpangan ini membatasi potensi pertumbuhan nasional yang merata.

Belum Optimalnya Peran UMKM

Meskipun UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB, potensinya sebagai motor penggerak ekonomi belum sepenuhnya dimanfaatkan. UMKM menghadapi kendala seperti akses pembiayaan, digitalisasi, dan efisiensi produksi.