<p>Ilustrasi aplikasi Akulaku. / Shutterstock</p>
Industri

CEO MDI Ventures Ungkap Alasan Akulaku Bisa Terima Pendanaan di Tengah Tech Winter

  • Untuk diketahui, Mitsubishi UFJ Financial Group, Inc. (MUFG) baru saja menyuntikkan pendanaan dalam rangka mengakuisisi Akulaku. Pendanaan yang disalurkan ke Akulaku mencapai US$200 juta atau setara dengan Rp3,1 triliun dalam asumsi kurs Rp15.500 per-dolar Amerika Serikat (AS).
Industri
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Chief Executive Officer (CEO) MDI Ventures Donald Wihardja mengungkapkan pendapatnya mengenai alasan PT Akulaku Silvrr Indonesia bisa menerima pendanaan di tengah musim tech winter.

Untuk diketahui, Mitsubishi UFJ Financial Group, Inc. (MUFG) baru saja menyuntikkan pendanaan dalam rangka mengakuisisi Akulaku.

Pendanaan yang disalurkan ke Akulaku mencapai US$200 juta atau setara dengan Rp3,1 triliun dalam asumsi kurs Rp15.500 per-dolar Amerika Serikat (AS).

Menurut keterangan resmi dari manajemen MUFG, akuisisi ini dilaksanakan karena Asia, khususnya Indonesia, adalah second home market bagi MUFG.

Selain itu, Indonesia memiliki produk domestik bruto (PDB) terbesar di Asia Tenggara dan diharapkan dapat tumbuh dengan baik di masa depan.

Menurut Donald, Akulaku sebagai penyedia layanan fintech bisa menyaingi bisnis tradisional perbankan dalam hal penyaluran pembiayaan, dan Akulaku juga membuktikan bahwa mereka adalah platform yang cukup mumpuni di sektor ekonomi digital.

Menurut Donald, fintech sendiri merupakan bisnis yang menjanjikan sehingga bank seperti MUFG pun pada umumnya mau saja untuk mengekspansi jangkauan kredit melalui fintech selama marjin keuntungannya cukup lebar.

Bahkan, walaupun perusahaan fintech melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, tapi selama langkah tersebut memang cukup logis dan dapat membantu pertumbuhan bisnis, ditambah dengan marjin dan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) yang terjaga dengan baik, potensi untuk menerima pendanaan pun semakin besar.

"MDI tentunya ekspansif, dan memilih investasi ke perusahaan yang berpotensi untuk menghasilkan performa baik selama 18-24 bulan setelah menerima pendanaan," ujar Donald kepada TrenAsia, Rabu, 11 Januari 2023.

Beberapa waktu lalu, Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) Dyah N.K. Makhijani mengatakan bahwa potensi kolaborasi antara industri perbankan dan fintech cukup marak terjadi pada tahun 2022, dan hal itu diprediksi olehnya masih akan berlanjut hingga 2023.

Dyah mengatakan, perkembangan tersebut turut didorong oleh ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) yang mewajibkan pemenuhan RPIM minimal 20% pada tahun 2022 untuk industri perbankan.

Peraturan OJK yang dimaksud oleh Dyah dalam hal ini adalah POJK 22/2022 tentang Kegiatan Penyertaan Modal oleh Bank Umum yang mengatur keleluasaan bank umum untuk melakukan penyertaan modal pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan.

Kolaborasi ini pun sesuai dengan upaya bank untuk memenuhi kewajiban penyaluran pembiayaan untuk UMKM minimal 20% sepanjang tahun 2022 dan 25% untuk 2023.

“Kolaborasi ini perlu terus dikembangkan ke depan untuk mencapai target-target digitalisasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM),” ujar Dyah dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 Fintech dan Ekonomi Digital yang diselenggarakan secara virtual beberapa waktu lalu.

Selain itu, founder AC Ventures sekaligus Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Patria Sjahrir membeberkan informasi mengenai tiga sektor ekonomi digital yang potensial pada 2023, dan salah satunya adalah fintech.

Namun, industri ini perlu didorong agar bisa lebih memperluas jangkauannya ke seluruh Indonesia, khususnya ke wilayah di luar Pulau Jawa.

"Pandangan saya tahun depan, saya pikir kita harus berpegang pada fundamental, e-commerce masih sangat penting, fintech juga merupakan pasar lain yang sangat penting," dalam webinar Bangkok Bank dan PermataBank secara virtual beberapa waktu lalu.

Kemudian, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Wilson Cuaca turut menyampaikan bahwa pihaknya sepanjang tahun lalu telah menyalurkan pendanaan ke beberapa sektor, dan fintech tercatat sebagai salah satunya.

Wilson pun menggungkapkan bahwa pasar di Asia Tenggara yang familiar dengan internet dan menjadikan teknologi sebagai bagian dari keseharian dapat menjadi sumber ketahanan sektor ekonomi digital dalam menghadapi perlambatan pertumbuhan global.