Nampak seorang petani tengah melakukan panen tanaman kelapa sawit di kawasan Bogor Jawa Barat, Kamis 28 Mei 2021. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Industri

Cetak Sejarah Tertinggi, Dana Pungutan Ekspor Sawit Capai Rp69 Triliun pada 2021

  • Dana pungutan hasil ekspor sawit sepanjang 2021 mencapai Rp69 triliun.

Industri

Adinda Purnama Rachmani

JAKARTA - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melaporkan dana pungutan hasil ekspor sawit sepanjang 2021 mencapai Rp69 triliun. Dana pungutan ini mencetak sejarah tertinggi sejak BPDPKS terbentuk pada 2015.

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan dana yang dikumpulkan akan digunakan untuk menjalankan program-program sawit berkelanjutan. Program tersebut meliputi pemberian dukungan kepada program mandatori biodiesel, peremajaan sawit rakyat (PSR), penyediaan sarana dan prasarana kelapa sawit, dan lain-lain.

"Kinerja penghimpunan dana BPDPKS di 2021 dari pungutan ekspor sawit mencapai lebih dari Rp69 triliun. Dana digunakan untuk menjalankan program yang meliputi pemberian dukungan untuk program mandatori biodiesel, peremajaan kelapa sawit, penyediaan sarana dan prasarana, promosi dan sumber daya manusia," ucap Eddy Abdurrachman, di Jakarta, Selasa, 28 Desember 2021.

Selain itu, Eddy menjelaskan, kinerja sektor sawit telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi nilai ekspor sawit terus melejit dalam setahun belakangan.

Meskipun demikian, dia mengaku masih terdapat masalah pada produksi seperti legalitas lahan terkait dengan hutan dan tumpang tindih lahan.

"Bruto sudah menunjukan pertumbuhan positif jika dibandingkan dengan 2020 yang negatif. Pada kuartal ketiga 2021 peranan sektor sawit tetap menjaga kontribusi terhadap perekonomian Indonesia," tambah Eddy.

Eddy menjelaskan pencapaian tersebut berkat seluruh program dari PSR sejak  2016 hingga 2021 terealisasi dengan baik.

Pihaknya sudah melakukan realisasi penyaluran dana PSR sebesar Rp6,59 triliun. Dana ini untuk 21 provinsi di Indonesia, yang mencakup 242.537 hektare untuk 105.684 pekebunan.

"Akan tetapi pencapaian di 2021 ini memang menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya diakibatkan dengan beberapa permasalahan, sehingga menimbulkan harga Crude Palm Oil (CPO) naik yang menyebabkan pekebun enggan memulai penanaman kembali," ucap Eddy.