<p>Seniman wayang uwuh Iskandar Hardjodimuljo (59) menunjukkan wayang uwuh (berbahan sampah) karyanya di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Selasa, 11 Agustus 2020. Iskandar yang sudah memproduksi wayang berbahan baku sampah sejak 2013 ini, tetap eksis berkarya karena kecintaannya terhadap dunia wayang dan lingkungan. Selama pandemi seniman ini bisa membuat 4-5 karakter wayang setiap harinya, wayang tersebut dijual dengan harga Rp 30 Ribu- Rp 300 Ribu tergantung tingkat kesulitan pembuatannya. Terkadang wayang yang diproduksi Iskandar juga kerap disumbangkan untuk sekolah-sekolah dan kelompok bermain anak, untuk mengedukasikan kepedulian terhadap lingkungan, seni dan budaya wayang. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Gaya Hidup

Chatib Basri: Super Deduction Tax Bisa Dorong Seni di Saat Pandemi

  • Apalagi dengan pandemi ini, banyak inisiatif seni seperti konser jarak jauh dan lain-lain yang perlu didorong.

Gaya Hidup
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Ekonom senior Chatib Basri mengatakan, kebijakan insentif pengurangan pajak atau super deduction tax berpotensi memajukan banyak sektor di Indonesia, termasuk seni.

Namun, peraturan terkait super deduction tax yang memberi insentif pengurangan pajak hingga 300% tersebut baru mencakup sebagian kecil seni, antara lain seni lukis dan patung, animasi, batik, keramik, dan tata busana. Padahal, seni dinilai dapat memberi manfaat banyak bagi semua orang, tak hanya seniman.

“Kalau saya pengusaha dan mengalokasikan dana misalnya Rp10 miliar untuk kesenian, lalu dapat potongan pajak dua kali lipatnya, Rp20 miliar, tentu saya akan tertarik bantu kesenian. Dari situ bibit kesenian bisa dibantu, selain tetap didukung oleh negara yang APBN-nya terbatas,” ujar Chatib Basri dalam sebuah webinar di Jakarta, Senin 21 September 2020.

Ia menganggap para seniman dan filantropi perlu bertemu dengan pemerintah untuk berdiskusi lebih lanjut. Hal itu dimaksudkan agar super deduction tax dapat mencakup seni secara lebih luas.

“Apalagi dengan pandemi ini, banyak inisiatif seni seperti konser jarak jauh dan lain-lain yang perlu didorong. Sekarang kesempatan untuk bicara hal-hal seperti ini,” tutur mantan menteri keuangan tersebut.

Sependapat dengannya, Co-chair Badan Pengarah Filantropi Indonesia Erna Witoelar menganggap saat ini momentum yang tepat untuk mendukung seni. Pasalnya saat pandemi seperti saat ini dapat menumbuhkan kreativitas seniman untuk menghibur masyarakat yang terkurung.

“Itu sangat mulia, apalagi dengan dana terbatas. Teman-teman filantropi dan pengusaha Indonesia yang belum mendukung seni, sekaranglah waktunya. Menumbuhkan seni adalah memajukan masyarakat,” kata Erna yang juga pernah menjabat Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah RI periode 1999-2001 itu.

Pentingnya Seni

Sementara itu, Direktur Observatorium Bosscha, Premana W. Premadi, berbagi soal peran penting musik yang ditekuninya sejak kecil bagi kehidupannya. Ia mengaku menjadi lebih sensitif pada nada, ritme, logika, dan keseimbangan.

Ia percaya pendidikan seharusnya tidak mengkotak-kotakkan rasio, kejiwaan, dan estetika sebagai hal yang terpisah. Maka, ia aktif dalam beragam inisiatif yang memadukan sains dan seni.

“Semakin dini kita terekspos pada kualitas estetis dan rasio serta mengintegrasikannya, itu semakin baik. Penghalusan dan pemberdayaan akal dan budi seharusnya tidak berjalan terpisah, tapi bersamaan,” imbuhnya.

Sementara itu, Managing Director Indika Foundation, Ayu Kartika Dewi, menyoroti pentingnya seni dalam menumbuhkan nalar kritis dan empati. Ia bilang beragam penelitian menemukan bahwa seni dapat membuat orang dapat berpikir lebih fleksibel.

“Seni tidak pernah menghakimi, jadi bisa membuka perspektif kita bahwa hidup ini tidak hanya hitam-putih dan benar-salah,” ungkapnya. (SKO)