<p>Tangki penyimpanan minyak PT Chevron Pasific Indonesia di Dumai, Riau. / Chevron</p>
Industri

Chevron Pacific Indonesia Catat Nilai Manfaat Rp1,4 Triliun dari Digitalisasi

  • CPI juga mampu menekan angka potensi kehilangan produksi minyak

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) berupaya mengadopsi teknologi digital untuk mendorong kegiatan operasional perusahaan.

Presiden Direktur CPI Albert Simanjuntak mengatakan, kebijakan ini membantu perusahaan untuk tetap kompetitif di tengah situasi bisnis yang dinamis.

Ia menyebut, nilai manfaat dari penerapan digitalisasi pada tahun lalu mencapai US$100 juta atau setara Rp1,4 triliun (asumsi kurs Rp14.000 per dolar Amerika Serikat).

Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, CPI juga mampu menekan angka potensi kehilangan produksi minyak (loss production opportunity/LPO) hingga 40%.

“Data bisa memberikan nilai lebih ketika kita mengolahnya menjadi informasi yang bermakna. Ini berguna untuk pengambilan keputusan yang tepat,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Senin, 19 April 2021.

Penerapan digitalisasi, kata Albert, setidaknya memberikan empat manfaat utama, yakni peningkatan keselamatan kerja, menurunkan potensi kehilangan produksi/LPO, optimalisasi kemampuan fasilitas produksi, dan peningkatan efisiensi. 

Proses Digitalisasi CPI

Dalam menerapkan strategi tersebut, ia mengaku perusahaan telah memulai pada 1997. Sebanyak 50 sumur produksi pada waktu itu, pertama kali dipasang Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) yang terkoneksi ke dalam sistem IT.

Berjalannya waktu, pemasangan SCADA di sumur produksi terus ditingkatkan. Hingga saat ini, sudah lebih dari 4.000 sumur produksi yang terkoneksi untuk kepentingan pengumpulan data dan pemantauan sumur secara real time.

Kemudian tiga tahun setelahnya, CPI mulai menerapkan konsep data foundation, data architecture, dan gudang data atau data warehouse. Sumber data utama didapatkan dari aplikasi-aplikasi pengeboran, produksi, operasi, pemeliharaan, reservoir, geologi, dan lain-lain.

Atas upaya tersebut, pada 2016 CPI mulai membentuk Integrated Optimization Decision Support Center (IODSC) di Minas, Siak. Fasilitas ini memanfaatkan big data yang berfungsi sebagai pemantauan aktivitas sumur dan peralatan lainnya.

Data tersebut dikorelasikan dengan data lain dan diubah menjadi informasi IODSC. Dengan pendekatan tersebut, Albert bilang, kondisi sumur dan peralatan yang operasionalnya terganggu bisa segera diketahui.

“Informasi tersebut lalu dikirimkan ke pengguna berdasarkan prioritas perbaikan. Langkah cepat ini dapat mengurangi potensi kehilangan produksi minyak dan meningkatkan keandalan operasi,” tambahnya.

Manfaat Teknologi AI

Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) juga dimanfaatkan, di antaranya untuk pengaturan jadwal perawatan ulang  sumur secara otomatis, identifikasi kinerja pompa, analisa dan pengukuran aliran minyak, dan pemantauan jarak jauh kondisi tekanan fluida di dalam sumur minyak.

Data yang terekam juga dapat digunakan untuk menyusun prioritas pekerjaan kritikal dan perawatan sumur serta peralatan. Salah satu contoh hasilnya, total siklus jadwal waktu rig perawatan rutin dan pengerjaan ulang sumur bisa turun hingga lebih dari 30%.

Selain untuk mendukung kegiatan produksi migas, CPI juga menerapkan teknologi digital dalam pengamanan fasilitas pipa penyalur minyak mentah. Perusahaan memanfaatkan tekonolgi drone dan kecerdasan buatan untuk melakukan identifikasi dan segmentasi obyek di sekitar jalur pipa.

Apabila ada indikasi kegiatan yang mencurigakan, drone tersebut dapat secara langsung mentransmisikan gambar dan mengirim pesan singkat ke tim internal CPI. “Teknologi inilah yang dianggap membantu menekan angka pencurian minyak mentah (illegal tapping) di jalur-jalur pipa penyalur,” ungkapnya.