China peringatkan AS dan negara lainnya untuk tidak membantu kemerdekaan Taiwan untuk hindari perang.
Dunia

China Gelontorkan Pinjaman Rp3.700 Triliun ke 22 Negara Berkembang Selama 13 Tahun

  • Negara yang mengalami kesulitan membayar utang pada China melonjak dalam 12 tahun terakhir

Dunia

Rizky C. Septania

JOHANNESBURG - China dilaporkan menggelontorkan dana pinjaman sebanyak US$240 miliar atau kisaran Rp3.700 triliun kepada 22 negara berkembang. Pinjaman tersebut dikucurkan selama 13 tahun yakni pada 2008 hingga 2021.

Dana pinjaman yang digelontorkan oleh China dikenal sebagai proyek Belt and Road tersebut diberikan ke sejumlah negara untuk membantu membangun beberapa infrastruktur. Namun, sejumlah negara penerima dana dilaporkan tengah berjuang membayar utangnya pada Negeri Tirai Bambu.

Mengutip Reuters Kamis, 30 Maret 2023, 80% dana pinjaman digelontorkan antara tahun 2016 hingga 2021. Adapun penerimanya kebanyakan merupakan negara berpenghasilan menengah termasuk Argentina, Mongolia dan Pakistan.

Argentina tercatat menerima dana bantuan paling banyak yakni kisaran US$$111,8 miliar, diikuti oleh Pakistan dengan US$48,5 miliar dan Mesir dengan US$15,6 miliar. Kemudian ada Sembilan negara menerima kurang dari US$1 miliar.

Meski telah menggelontorkan dana pinjaman sebesar ratusan dolar untuk membangun infrastruktur, jumlah uang yang dikucurkan mulai berkurang sejak 2016 lalu. Pasalnya, sebagian besar proyek yang ditalangi oleh dana pinjaman dinilai gagal karena tak mampu membayar dividen sesuai yang diharapkan.

Sejak saat itu, China secara bertahap mengurangi pinjaman yang diberikan dan berusaha menyelamatkan keuangan dalam negeri.

"Beijing pada akhirnya mencoba untuk menyelamatkan bank-banknya sendiri. Itu sebabnya Beijing masuk ke dalam bisnis berisiko pinjaman bailout internasional," kata Carmen Reinhart, mantan kepala ekonom Bank Dunia.

Perlu diketahui, negara yang mengalami kesulitan membayar utang pada China melonjak dalam 12 tahun terakhir. Pada 2010, pinjaman luar negeri dari China berada di 5% portofolio secara keseluruhan. Namun pada 2022, jumlahnya menjadi 60%.

Dari dana yang dikucurkan, People's Bank of China (PBOC) menyumbang US$170 miliar dari pembiayaan. Pembiayaan tersebut diberikan pada sejumlah negara termasuk di Suriname, Sri Lanka, dan Mesir.

Kemudian, Pinjaman jembatan atau dukungan neraca pembayaran oleh bank dan perusahaan milik negara Tiongkok tercatat sebesar US$70 miliar. Sedangkan perputaran yang dihasilkan dari  kedua jenis pinjaman tersebut adalah US$140 miliar.

Upaya Restrukturisasi

Brad Parks direktur AidData yang merupakan laboratorium penelitian di The College of William & Mary di Amerika Serikat mengatakan pemberian pinjaman yang dilakukan oleh China sebagai sesuatu yang buram dan tak terkoordinasi.

Menanggapi pernyataan yang diberikan, Pemerintah China membalas kritik tersebut dengan mengatakan investasi luar negerinya beroperasi berdasarkan prinsip keterbukaan dan transparansi.

“Tiongkok bertindak sesuai dengan hukum pasar dan aturan internasional, menghormati keinginan negara terkait, tidak pernah memaksa pihak mana pun untuk meminjam uang, tidak pernah memaksa negara mana pun untuk membayar, tidak akan melampirkan syarat politik apa pun pada perjanjian pinjaman dan tidak mencari kepentingan pribadi politik apa pun," kata juru bicara kementerian luar negeri Mao Ning sebagaimana dikutip TrenAsia.com.

Saat ini, China sedang menegosiasikan restrukturisasi utang dengan negara-negara termasuk Zambia, Ghana dan Sri Lanka dan telah dikritik karena menunda proses tersebut. Sebagai tanggapan negara tersebut telah meminta Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional untuk memberi keringanan utang.