<p>Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping / Reuters</p>
Dunia

China Genjot Produksi Tambang Tanah Jarang

  • Pemerintah China mengumumkan bahwa kuota produksi material tanah jarang (rare earth) pada 2021 meningkat sekitar 27,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dunia
Mochammad Ade Pamungkas

Mochammad Ade Pamungkas

Author

JAKARTA – Pemerintah China mengumumkan bahwa kuota produksi material tanah jarang (rare earth) pada 2021 meningkat sekitar 27,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dilansir dari Reuters, pada 2021 produksi material rare earth sekitar 84.000 ton, sedangkan tahun lalu hanya 66.000 ton.

China menjadi negara produsen rare earth terbesar di dunia yang memiliki 90% kapasitas pemurnian dari 36,7% cadangan tanah jarang global.

Mengutip dari SCMP, material tanah jarang ini merupakan sumber daya yang strategis dalam membangun hubungan China dengan Amerika Serikat (AS).

Alasannya, lantaran AS sempat mengimpor 80% material ini dari China pada rentang tahun 2015-2018. AS menggunakan materi tambang tanah jarang untuk pembuatan smartphone serta senjata militer seperti jet tempur F-35.

Hingga akhirnya Presiden China Xi Jin Ping, memanfaatkan kelebihan sumber daya ini sebagai senjata dalam merespons kebijakan mantan Presiden Donald Trump untuk meningkatkan bea cukai produk China.

Pada 16 Februari 2021, dikutip dari Financial Times, China sempat berniat untuk membatasi ekspor rare earth ke AS.

“Pemerintah ingin tahu seberapa besar AS mengalami kesulitan dalam membuat jet tempur F-35 jika China mengenakan larangan ekspor” demikian kata salah satu penasihat pemerintah China.

Pentagon justru merespons larangan itu dengan berinvestasi ke tiga produsen rare earth di AS senilai US$12,7 juta (Rp178 miliar).

Hal itu dikarenakan pemerintah AS ingin mengurangi ketergantungan material rare earth dari China.

Pakar Ekonomi Politik Universitas Shanghai Wang Yong berpendapat sebaliknya. Menurut dia, upaya pembatasan ekspor rare earth China tidak akan berdampak signifikan bagi AS.

Ia justru menyangka, bahwa peningkatan substansial kuota rare earth merupakan gestur keinginan pemerintah China untuk membangun kerja sama dengan negara-negara barat, khususnya AS.

“Pemerintahan Joe Biden seharusnya menerima pesan itu dengan serius, karena China berharap dapat mempertahankan hubungan dagang yang stabil dan saling menguntungkan,” Ujar Wang Yong. (SKO)