China Masih Dilanda Kekhawatiran Meski COVID-19 Mulai Mereda
- Pesebaran COVID-19 masih menjadi momok di China
Dunia
BEIJING - Pesebaran COVID-19 masih menjadi momok di China. Pemerintah setempat masih memberlakukan pengetatan di sejumlah wilayah. Hal ini tentunya berdampak pada sejumlah pelaku bisnis kaki lima di Negeri tirai bambu, terutama Wuhan, kota dimana virus tersebut diketahui menyebar untuk pertama kalinya.
Meski saat ini pemerintah setempat telah melonggarkan pembatasan minggu lalu, asa akan prospek ekonomi yang semakin membaik tampak menguap. Terlebih, pemerintah China menunjukkan hanya sedikit tanda untuk membantu masyarakatnya.
Kala pandemi terjadi 2020 lalu, subsidi sewa dan voucher konsumen telah menjadi salah satu langkah yang dilakukan otoritas lokal untuk mendukung bisnis pada saat itu, tetapi hanya ada sedikit tanda-tanda seperti itu tahun ini.
Pemilik kedai kaki lima di Wuhan, Zhou Chongping mengaku kesulitan dan tak bisa melanjutkan lantaran tempatnya menyambung hidup kosong tanpa ada pembeli. Sebelumnya, ia menjual berbagai masakan daerah di kota berpenduduk 13 juta jiwa sebelum COVID-19 melanda tiga tahun lalu.
"Jalan ini dianggap sebagai lokasi teratas di Wuhan. Sekarang tidak ada siapa-siapa. Bisa dibayangkan lokasi lain lebih buruk lagi," kata hongping mengutip Reuters Senin, 12 Desember 2022.
- Game Populer Among Us Kembangkan Mode Baru Hide And Seek
- InJourney Klaim Tingkat Keterisian Hotel untuk Nataru Capai 80 Persen
- Dukung Pelaku Ekspor, BRI Gandeng Eximbank Sediakan Global AR Financing
- Saham 4 Bank Digital Kompak Memerah, Investor Masih Ogah
Menurut penuturan Chongping, bisnis di tempat yang biasanya menjadi pusat kuliner ramai, di mana sebagian besar restoran tutup atau kosong. Ini adalah yang terburuk sejak Chingping pertama kali membuka pintunya untuk pelanggan 30 tahun lalu.
"Saya kehilangan uang setiap hari, seribu Yuan sehari," tambahnya.
Pembatasan COVID-19 menjadi tantangan tersendiri bagi pengusahaan COVID-19. Meski diberi janji akan kebangkitan ekonomi pada tahun depan, pertumbuhannya diprediksi masih akan terjadi selama beberapa bulan kedepan.
Berjuang Untuk Bertahan
Meski banyak toko yang mengeluhkan kebijakan pembatasan di China, sejumlah pelaku bisnis masih berusaha untuk bertahan. Seorang pemilik toko tas berusia 48 Tahun, Liang salah satunya.
Ia menuturkan bahwa wilayah tempatnya berjualan yang menjadi rumah bagi salah satu pasar grosir pakaian terbesar di China di Hanzeng melakukan proses besar-besaran terhadap lockdown bulan lalu.
Perlu diketahui, kelangkaan pelanggan berdampak langsung pada industri lain yang semakin menghambat pertumbuhan karena China bergulat dengan penurunan ekonomi tahun ini.
Salah satu pelaku bisnis iklan di Wuhan, Huang mengatakan saat ini tidak banyak toko baru yang dibuka dan tidak banyak bisnis baru yang dimulai.
"Ini berdampak pada bisnis kami karena tidak dapat berjalan dan kami menghadapi pemutusan hubungan kerja,” kata Huang.
Seorang supir taksi bermarga Sun menambahkan saat ini orang-orang tidak punya banyak uang lagi. Ia bahkan mengatakan pada 2020, bisnis lebih mudah dikelola lantaran pemerintah memberi sejumlah subsidi.
"Dengan semua penguncian ini, saya tidak mendapatkan apa-apa selama berminggu-minggu. Sekarang, ini sedikit lebih baik, tetapi saya hanya dapat menghasilkan cukup uang untuk membayar kembali biaya sewa taksi bulanan saya kepada perusahaan," kata Sun.