CIPS Sebut Target Pembukaan 15 Pabrik Gula Sulit Dicapai
Pemerintah didorong untuk meningkatkan daya saing industri gula nasional melalui riset dan inovasi teknologi.
Nasional
JAKARTA – Pemerintah didorong untuk meningkatkan daya saing industri gula nasional melalui riset dan inovasi teknologi.
Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arumdriya Murwani mengatakan penyebab kurangnya produksi gula dalam negeri salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan tersebut.
“Target pemerintah untuk membangun 15 pabrik gula pada periode 2020-2024 pun akan sulit tercapai tanpa adanya riset teknologi,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Senin, 5 April 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Menurutnya, upaya ini bisa dimulai dengan merevitalisasi alat produksi, pabrik dan modernisasi pertanian tebu. Hal ini penting untuk mengurangi biaya produksi dan pemrosesan gula.
Selain itu, pemerintah dinilai perlu mengkaji ulang kebijakan penetapan harga gula yang mesti disesuaikan dengan biaya produksi. Pasalnya, polemik impor gula yang saat ini ramai diperbincangkan, kata Arum, tidak terlepas dari kurangnya daya saing industri gula nasional.
Pemerintah sendiri memperkirakan kebutuhan gula periode Januari-Mei 2021 mencapai 1.218.964 ton. Pemenuhannya sebagian akan dilakukan dari impor.
Perhitungannya, didasarkan pada stok gula sisa Desember 2020 sebanyak 804.685 ton. Sementara itu, produksi dalam negeri yang diprediksi mencapai 135.795 ton akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan gula sampai Mei 2021.
“Selisih antara kemampuan pengadaan stok gula dalam negeri dengan prediksi kebutuhan gula yang sebesar 278.484 ton, akan dipenuhi dari impor,” kata Arum.
Padahal, musim giling tebu baru akan dimulai pada akhir Mei, serta rencana penyaluran gula domestik ke pasar dilakukan pada Juni. Jika impor tetap dilakukan, salah satu yang dikhawatirkan, yakni terjadi surplus gula yang malah mengganggu harga jual di pasaran.
“Ini bisa merugikan petani tebu,” tambahnya.
Apabila tetap dilakukan, Arum pun mengimbau agar pemerintah bersama asosiasi industri dan kelompok petani tebu terus berkoordinasi untuk memastikan regulasi impor dapat bermanfaat bagi semua pihak. (LRD)