Ilustrasi mobil listrik
IKNB

CNAF Melihat Ketidakpastian Ekonomi sebagai Peluang untuk Mobil Listrik, Ini Alasannya

  • Di tengah kondisi suku bunga tinggi yang diperkirakan akan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan (higher for longer), inflasi yang masih menekan khususnya di segmen pangan, dan tensi geopolitik yang masih panas, permintaan untuk kendaraan listrik masih berpotensi untuk meningkat.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Tidak melihatnya sebagai hambatan, PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) memandang bahwa ketidakpastian yang tengah menjerat perekonomian global justru adalah peluang besar untuk menyalurkan pembiayaan mobil listrik.

Efisiensi Biaya Mobilisasi

Presiden Direktur CNAF Ristiawan mengatakan, di tengah kondisi suku bunga tinggi yang diperkirakan akan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan (higher for longer), inflasi yang masih menekan khususnya di segmen pangan, dan tensi geopolitik yang masih panas, permintaan untuk kendaraan listrik masih berpotensi untuk meningkat. 

Pasalnya, mobil listrik adalah jenis kendaraan yang dapat meminimalisasi biaya transportasi sehari-hari karena menggunakan energi ramah lingkungan yang cenderung lebih murah. 

“Terkait dengan suku bunga tinggi, tekanan ekonomi, dsb, justru kalau saya melihat itu sebagai opportunity karena pengendara mobil listrik itu bisa mendapatkan biaya yang lebih efisien dibandingkan mereka yang menggunakan bensin dan solar,” papar Ristiawan saat konferensi pers public expose di Jakarta, Rabu, 12 Juni 2024. 

Dengan demikian, saat ekonomi tengah menekan, kemungkinan besar akan selalu ada kebutuhan di masyarakat untuk memilih jenis kendaraan yang memungkinkan mereka untuk menekan biaya transportasi sehari-hari. 

“CNAF melihatnya (tekanan ekonomi) dari angle yang lain, jadi kebutuhannya (mobil listrik) akan tetap ada, ekonomi tekanannya akan tetap berat. Jadi, kalau nasabah yang memang mempunyai analisis dan perhitungan yang sangat logis, memakai kendaraan listrik akan lebih efisien bagi mereka untuk melakukan mobilisasi,” kata Ristiawan.

Nasabah Berprofil Risiko Rendah

Ristiawan pun mengatakan, para pembeli mobil listrik ini didominasi oleh nasabah dengan profil risiko yang cenderung minim. Bahkan, nonperforming financing (NPF) di segmen kendaraan listrik hanya setengah dari NPF pembiayaan secara keseluruhan yang berada di angka 1,1% per-Mei 2024. 

Dengan profil risiko yang lebih rendah dibanding konvensional, CNAF pun melihat adanya peluang untuk meminimalisasi cost of credit (CoC) dalam menyalurkan pembiayaan. 

Bisa dikatakan bahwa saat ini, nasabah yang mengajukan pembiayaan kendaraan listrik berada di segmen masyarakat berpenghasilan tinggi sehingga risiko kredit macet semakin kecil. 

Baca Juga: Indonesia Targetkan 15 Juta Kendaraan Listrik di 2030, Nikel Jadi Andalan

“Apalagi, market share-nya masih sangat kecil sekali, di Indonesia masih 4%. Nah, kita tidak mau menghilangkan kesempatan, dan data di sini kendaraan listrik itu dari sisi NPF berada di bawah konvensional,” tegas Ristiawan. 

Bahkan, Ristiawan menyebutkan bahwa pembeli mobil listrik saat ini adalah orang-orang yang pada umumnya sudah memiliki mobil konvensional dan membeli mobil listrik untuk kebutuhan efisiensi biaya sekaligus juga mengikuti tren ramah lingkungan yang saat ini tengah berkembang.

“Sekarang ini, nasabah pembiayaan kendaraan listrik adalah crème de la crème (yang terbaik dari yang terbaik). Profil nasabah yang sangat bagus,” katanya. 

Tren 3-6 Tahun ke Depan

Untuk saat ini, CNAF melihat bahwa profil risiko nasabah pembiayaan mobil listrik memang sangat menguntungkan karena menghasilkan NPF yang rendah.

Ditambah lagi, dengan tekanan ekonomi yang tengah membayang-bayangi dunia saat ini, kendaraan listrik yang harga produk dan asuransinya cenderung lebih mahal dibanding konvensional lebih dilirik oleh orang-orang yang berada di level early adopter, yakni individu atau kelompok yang menggunakan produk, inovasi, dan teknologi baru sebelum orang lain dalam populasi yang lebih luas. 

Early adopter umumnya memiliki status sosial yang cukup tinggi, memiliki akses yang baik ke kekuangan, tingkat pendidikan yang tinggi, dan pendekatan risiko yang wajar karena memiliki penghasilan di atas rata-rata. 

Seiring berjalannya waktu, tren kendaraan listrik ini kemungkinan akan mulai diadaptasi oleh segmen-segmen dengan penghasilan rata-rata dan di bawahnya sehingga nantinya profil risiko nasabah pun akan ikut merangkak naik.

“Mungkin untuk 3-4 tahun atau 5-6 tahun ke depan akan berbeda lagi profil risiko nasabah untuk kendaraan listrik,” tutur Ristiawan.

Pembiayaan Kendaraan Listrik CNAF Mengalir Deras

Pada tahun 2023, CNAF mencatat pertumbuhan pembiayaan kendaraan listrik mencapai 273% jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya dari Rp90 miliar menjadi Rp336 miliar. 

Porsi pembiayaan kendaraan listrik hingga akhir 2023 mencapai 4% dari total pembiayaan CNAF yang mencapai Rp8,94 triliun, dan di tahun 2024 pembiayaan kendaraan listrik ditargetkan untuk menembus Rp400 miliar. 

Per-April 2024, pembiayaan kendaraan listrik CNAF sudah capai Rp176,27 miliar atau tumbuh 257% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp49,43 miliar. 

Kontribusi pembiayaan kendaraan listrik CNAF hingga April 2024 mencapai 6% dari total pembiayaan Perseroan yang menempati angka Rp3,17 triliun. 

Dengan permintaan yang diproyeksikan akan masih mengalir deras dan performa pada kuartal I-2024 yang masih menunjukkan pertumbuhan signifikan, CNAF pun optimis dapat menyamai atau bahkan melampaui kinerja pembiayaan kendaraan listrik yang sudah dicapai pada tahun 2023.

“Apakah kita optimis akan menyamai atau bahkan melampaui, saya sangat optimis karena itu bukan hanya bagian dari observasi tim di lapangan yang mengakusisi, tapi memang bagian dari strategi perusahaan (untuk mendorong pembiayaan kendaraan listrik),” pungkas Ristiawan.