<p>Pegawai Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengikuti simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di Jakarta, Rabu, 22 Juli 2020. Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Makroekonomi

CORE Prediksi Belanja Masyarakat pada Pemilu 2024 Capai Rp294 Triliun

  • Secara historis, konsumsi atau belanja masyarakat akan terdongkrak selama masa Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Makroekonomi

Laila Ramdhini

JAKARTA - Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Hendri Saparini memperkirakan konsumsi atau belanja masyarakat akan bertambah Rp294,5 triliun, karena penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Hendri merinci angka tersebut sekitar Rp258 triliun berasal dari privat seperti calon legislatif dan calon presiden. Kemudian, sebesar Rp36,5 triliun merupakan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pemilu.

Meskipun nilai tersebut diperkirakan hanya akan mencapai 4,2% dari total konsumsi masyarakat pada 2024, namun Hendri meyakini pemilu dan pilkada akan menggerakkan perekonomian nasional.

Di sisi lain, Hendri memandang pemilu dan pilkada tidak akan menurunkan investasi, terutama di sektor pertambangan, logam dasar, dan petrokimia yang saat ini cenderung meningkat.

“Malah secara political economy, (investasi) ini akan berlanjut sampai pemerintahan yang sekarang berhenti di Oktober 2024. Karena ada ketidakpastian apakah pemerintahan yang akan datang akan mempermudah investasi,” kata Hendri.

CORE Indonesia optimistis ekonomi akan tumbuh 4,9% sampai 5% secara tahunan pada 2024.

Namun demikian, pada tahun 2024, presiden dan wakil presiden yang terpilih harus menghadapi tantangan berupa konflik geopolitik di sejumlah negara seperti Ukraina, Palestina, dan Venezuela yang berpotensi mengganggu rantai pasok global.

Di samping itu, ke depan negara-negara di dunia cenderung menerapkan kebijakan proteksionisme atau mementingkan mendahulukan kepentingan negaranya sendiri.

“Presiden Jokowi sudah mencontohkan ada sejumlah negara yang tidak mau mengekspor pangan, dan mereka lebih mementingkan kepentingan di dalam negeri. Ini yang akan dihadapi Pemerintah Indonesia pada 2024 dan setelahnya,” katanya pula.