Corona Tekan Penjualan BBM Pertamina Hingga 26 Persen
JAKARTA – Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati membeberkan betapa besarnya dampak pandemi COVID-19 terhadap bisnis Pertamina. Setidaknya, Nicke menyebut ada tiga faktor yang paling berdampak signifikan pada terkontraksinya iklim bisnis Pertamina. Ketiganya adalah lemahnya penjualan bahan bakar minyak (BBM), pelemahan nilai tukar, dan anjloknya harga minyak dunia. “Penjualan BBM turun signifikan, terutama saat […]
Industri
JAKARTA – Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati membeberkan betapa besarnya dampak pandemi COVID-19 terhadap bisnis Pertamina.
Setidaknya, Nicke menyebut ada tiga faktor yang paling berdampak signifikan pada terkontraksinya iklim bisnis Pertamina. Ketiganya adalah lemahnya penjualan bahan bakar minyak (BBM), pelemahan nilai tukar, dan anjloknya harga minyak dunia.
“Penjualan BBM turun signifikan, terutama saat diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di kota-kota besar di Tanah Air,” kata Nicke dalam diskusi secara virtual, Selasa, 6 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Meskipun kelesuan penjualan BBM terjadi merata di seluruh wilayah, namun DKI Jakarta mencatatkan diri sebagai kota dengan kontraksi paling tajam yakni 57%. Secara nasional, penurunan penjualan BBM sebesar 26%.
“Ini tidak pernah terjadi sebelumnya, jelas ini adalah pukulan yang sangat keras bagi Pertamina,” terang dia.
Faktor selain penjualan BBM adalah fluktuasi nilai tukar. Nilai tukar sangat berpengaruh karena Pertamina menjual produk dalam rupiah sementara pembalian dan pembukuannya dalam dolar Amerika Serikat.
“Pertamina menjual produknya dan pendapatan yang diterima dalam rupiah, yang kemudian dicatat dalam dolar. Namun kemudian, biaya pembelian 92%-nya menggunakan dolar. Mismatch (ketidakcocokan) inilah yang berpengaruh pada kinerja keuangan.”
Faktor terakhir adalah anjloknya harga minyak dunia yang berdampak pada pendapatan di sektor hulu. Namun Nicke memaparkan Pertamina memiliki inventory yang ada sampai dengan seharga US$5 miliar dan juga cash yang cukup kuat.
Sehingga, faktor penurunan permintaanlah yang paling berkontribusi terhadap figur lama rugi Pertamina pada semester I-2020).
Sebagai informasi, kerugian Pertamina pada semester I-2020 mencapai US$ 767,92. Padahal, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Pertamina justru membukukan laba bersih senilai US$ 659,96 juta.