COVID-19 Mengubah 4 Hal Penting di Sektor Kesehatan, Simak Penjelasannya
- Lain halnya dengan di Indonesia, sebanyak 65% konsumen di Indonesia lebih mempercayai teknologi kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan mereka.
Gaya Hidup
JAKARTA - Virus COVID-19 mengubah semua sistem juga tata kelola manusia dalam bersosialisasi hingga menggunakan teknologi.
Tak terkecuali dalam bidang kesehatan, di mana lahir beberapa aplikasi yang mengusung telehealth yaitu layanan kesehatan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Efek dari pembatasan sosial untuk mencegah risiko penularan COVID telah mendorong layanan kesehatan digital sebagai salah satu pilihan pasien dan tenaga kesehatan.
Menurut survei dari Bain & Company ada empat poin yang mereka temukan dari efek pandemi yaitu meningkatnya konsumerisme dalam kesehatan, penataan kembali terhadap para pemangku kepentingan, adanya keinginan dalam hal kesederhanaan serta kenyamanan, dan adanya teknologi yang mendorong bidang kesehatan.
"Pada 2019, banyak konsumen yang sedikit memperhatikan kondisi kesehatan mereka, juga melakukan perawatan terhadap kondisi tubuh mereka. Tapi sekarang, hampir semua orang peduli dengan kondisi kesehatan mereka," ungkap laporan dalam bertajuk Asia-Pacific Front Line of Healthcare Report 2022.
Dalam laporan tersebut sektor kesehatan saat ini menjadi fokus utama konsumen untuk menginvestasikan waktu serta harta mereka agar tetap sehat dan produktif.
Poin berikutnya adalah adanya pergeseran kepada pemangku kepentingan. Di beberapa negara Asia-Pasifik seperti Australia, Singapura, Malaysia masih percaya kepada penyedia layanan kesehatan yang utama dibandingkan dengan sektor teknologi kesehatan.
Lain halnya dengan di Indonesia, sebanyak 65% konsumen di Indonesia lebih mempercayai teknologi kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan mereka.
Selanjutnya adalah adanya pergeseran mengenai faktor kenyamanan dan kemudahan. Pada 2019 silam, konsumen lebih menginginkan sistem kesehatan yang lebih sederhana.
Lebih dari 90% konsumen ingin adanya single touchpoint dibandingkan 70% konsumen pada tahun 2019.
Seperti di Cina, lebih dari setengah populasi lebih memilih digital touchpoint dan terdapat kenaikan sebesar 23% dari laporan yang diturunkan Bain & Company beberapa waktu lalu.
Lonjakan touchpoint yang siginifikan juga terjadi di Indonesia yang pada tahun 2019 hanya 30% pada tahun 2021 meningkat menjadi 39%.
Hal ini menunjukkan bahwa teknologi kesehatan secara digital tidak serta merta menggantikan sektor kesehatan yang sudah ada, melainkan adanya koneksi antara satu dengan yang lain.
Integrasi antara model offline-online ini punya potensi untuk memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pasien.
Lalu adanya perkembangan teknologi di dunia kesehatan turut mendorong masyarakat untuk lebih peduli kepada kesehatan. Sebelum pandemi, banyak orang yang mungkin akan memakai aplikasi kesehatan dalam 5 tahun mendatang. Tapi sekarang banyak orang sudah menggunakan telehealth terlebih dahulu.
Lanjut, beberapa negara di Asia-Pasifik menunjukkan peningkatan yang drastis terhadap telehealth. Seperti adanya kenaikan yang cukup tinggi di Indonesia, dimana ada sekitar 51% pengguna telehealth di tahun 2021 dan diproyeksikan meningkat menjadi 72% di tahun 2024.
Begitu juga dengan Cina yang pada tahun 2021 ada sekitar 47% pengguna telehealth, pada tahun 2024 diprediksi meningkat menjadi 76% pengguna.
Di negara maju, telehealth merupakan pelengkap untuk mendampingi perawatan kesehatan yang konvensional. Sementara di negara berkembang telehealth adalah alternatif untuk perawatan kesehatan konvensional.
Meskipun begitu, selain pasien, salah satu unsur penting dalam layanan baru ini adalah kesiapan dokter dan apoteker. Layanan digital ini tidak akan bisa optimal jika tenaga kesehatan tidak siap dalam mengimplementasikannya.
Walau demikian baik layanan telemedicine dan telehealth perlu dikembangkan lebih jauh karena bisa memperluas akses kesehatan di masyarakat dan membuat layanan kesehatan lebih efisien.