Ketahui Daftar Obat dan Vaksin COVID-19 yang Sudah Miliki EUA dari BPOM
Pasar Modal

COVID-19 Mereda, Industri Kesehatan Mulai Meredup?

  • Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor jasa kesehatan mengalami kontraksi pada kuartal III-2022 sebesar minus 1,74%.
Pasar Modal
Fakhri Rezy

Fakhri Rezy

Author

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor jasa kesehatan mengalami kontraksi pada kuartal III-2022 sebesar minus 1,74%.

Kepala BPS Margo Suwoyo mengatakan, jasa kesehatan menjadi satu-satunya sektor yang kontraksi pada kuartal III-2022.

"Kalau dari catatan kami di BPS, kontraksi 1,74% karena pencairan insentif kesehatan itu lebih rendah dibandingkan kuartal III 2021 atau secara yoy-nya. Juga karena penurunan insentif terhadap kesehatan, baik secara yoy,qtoq ini menyebabkan jasa kesehatan kontraksi," ujarnya dalam konferensi pers pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2022.

Besaran dana Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2021 dan 2022 jika dibandingkan memang semakin mengecil. Tercatat anggaran PC-PEN 2021 sebesar Rp744,77 triliun sedangkan untuk 2022 sebesar Rp455,62 triliun.

Bila dikerucutkan ke klaster kesehatan, pada tahun 2021 terserap Rp198,5 triliun dari pagu Rp214,96 triliun. Sementara itu, pada 2022 tepatnya hingga 28 Oktober realisasinya baru Rp43,2 triliun atau 35,2% dari pagu Rp122,54 triliun.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Made Arya Wijaya mengatakan, realisasi memang masih kecil. Hal ini menunjukan penanganan COVID-19 sudah berhasil dan anggaran tidak harus dipakai secara hura-hura.

Menurutnya, jika tidak dibutuhkan dana tambahan maka bisa digunakan untuk dana lanjutan. Meskipun saat ini belum ada arahan untuk merelokasi anggaran tersebut.

Bisnis Sektor Kesehatan Usai Pandemi COVID-19

Sektor jasa kesehatan memang mendapat karpet merah pada masa pandemi COVID-19. Segala fasilitas dari pemerintah diberikan untuk menjaga agar Indonesia dapat menangani pandemi tersebut.

Tercatat, sektor jasa kesehatan pada 2020 tumbuh 11,6%. Sementara itu, pada 2021 sektor kesehatan tumbuh 12,16%.

Walaupun di kuartal III-2022 terkontraksi hingga 1,74%, industri jasa kesehatan masih bisa berpotensi naik.

Menurut pengamat ekonomi A Prasetyantoko, potensi kenaikan sektor jasa kesehatan tergantung akan belanja negara di sektor kesehatan tersebut.

Apalagi, di akhir tahun 2022 tren COVID-19 mulai kembali naik hal ini mau tidak mau akan mendongkrak pertumbuhan di sektor jasa kesehatan.

Oleh sebab itu, lanjutnya, sektor jasa kesehatan ke depannya bergantung pada permintaan organik. Artinya, permintaan layananan kesehatan yang bukan COVID-19.

"Walaupun tidak ingin masyarakat sakit, tapi industri jasa kesehatan harus siap mengandalkan layanan non-COVID," katanya kepada TrenAsia.com.

Kinerja Perusahaan Jasa Kesehatan

Semakin berkurangnya jumlah kasus Covid-19 memang harus disyukuri oleh segala pihak. Tercatat, pada 7 November 2022 jumlah kasus aktif mencapai 37.486 orang dengan penambahan rata-rata 400-1.000 kasus beberapa waktu ini.

Namun, bagi para pebisnis hal ini menjadi suatu tantangan baru di mana harus melakukan pengembangan bisnis selanjutnya. Hal ini terlihat dari kinerja keuangan emiten yang mulai meredup.

Terlihat, dari beberapa emiten di dalam IDX Healthcare yang sudah melaporkan kinerja keuangan kuartal III-2022 mengalami penurunan laba bahkan balik merugi. saat ini hanya dua perusahaan yang kinerjanya membaik, yaitu PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Phapros Tbk (PEHA).

Hal ini menunjukan bahwa pandemi COVID-19 mulai melandai pada kuartal III-2022 yang membuat industri kesehatan mengalami penurunan permintaan akan layanannya, baik jasa kesehatan maupun farmasi.

Selain itu, penurunan laba tersebut menjadi bukti pertumbuhan di sektor kesehatan pun mengalami kontraksi.

Prospek Emiten Kesehatan Usai Pandemi

Mulai melandainya pandemi COVID-19 bukan berarti emiten-emiten kesehatan menjadi meredup. Pasalnya kinerja saat ini tidaklah seburuk yang diperkirakan.

Bahkan menurut Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee, masyarakat masih ideal untuk investasi ke sektor kesehatan. Bahkan masih tetap menarik jika pandemi COVID-19 selesai.

Menurutnya, jika melihat jasa kesehatan dan melihat kinerja pada kuartal III-2022 masih menjadi idaman saham KLBF. Bahkan, emiten BUMN kesehatan yang merugi seperti INAF dan KAEF tidak akan berlangsung lama.

"Saham KLBF masih bagus, INAF dan KAEF ini karena berakhir COVID-19, rugi tidak berlangsung lama," ujarnya saat dihubungi oleh TrenAsia.com.

Sementara itu, analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, sektor kesehatan memang mengalami momentum penurunan kinerja karena faktor transisi dari Pandemi COVID-19 menuju endemi COVID-19.

Namun, untuk kinerja emiten memang PEHA dan KLBF ditunjang peningkatan penjualan dari sisi produk kesehatan. Apalagi kesehatan sangat esensial.

"Sementara itu kebutuhan obat-obatan akan masih tren positif selama momentum pemulihan ekonomi indonesia itu juga terus berlanjut jadi ada peningkatan demand di sektor kesehatan," ujarnya kepada TrenAsia.com.

Bila melihat prospek saham KLBF, pembagian dividen yang dilakukannya menjadi pemanis bagi para investor. Belum lagi KLBF termasuk kategori kapitalisasi besar di bidang kesehatan.

"Jadi pelaku investor lebih cenderung ke saham KLBF. saham KLBF masih termasuk defensif. jadi masalah uptrend dan downtrend masih ke arah defensif," ujarnya.