PT Visionet Internasional (OVO) berkolaborasi dengan Prudential Indonesia meluncurkan produk asuransi jiwa kumpulan syariah berbasis digital yaitu PRUTect Care Infectious Diseases & PRUTect Care Accident
Fintech

CSIS: Tanpa UU Perlindungan Data Pribadi, Ekonomi Digital Bakal Pincang

  • CSIS menyatakan industri financial technology (fintech) memerlukan kerangka perlindungan dan tata kelola data yang jelas.
Fintech
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri menyatakan, transformasi digital di bidang ekonomi tak akan berjalan mulus tanpa adanya sistem keamanan data yang mumpuni.

Menurutnya, basis dari ekonomi digital adalah data, mulai dari pertukaran, penyaluran, dan penggunaan data. Sehingga pengembangan ekonomi digital termasuk industri financial technology (fintech) memerlukan kerangka perlindungan dan tata kelola data yang jelas.

“Kita lihat banyak sekali penyalahgunaan data. Oleh karena itu, perlindungan data jadi hal mendasar dalam pengembangan fintech,” kata Yose dalam Catatan Akhir Tahun 2021 IFSoc, Kamis 9 Desember 2021.

Lembaga Riset Keamanan Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) mencatat jumlah percobaan serangan siber ke Indonesia pada periode Januari-November 2021 mencapai 1,3 miliar.

Untuk mengakomodasi kepentingan ini, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Yosi menambahkan, RUU PDP ini juga mengatur tata kelola data yang diperlukan untuk pengembangan ekonomi digital.

“Maka kami di IFSOC sangat mendukung untuk pemerintah dan DPR segera menelurkan RUU PDP jadi UU. Dengan UU, maka ada payung hukum yang jelas,” tambah dia.

Sebab, ke depan, proses identifikasi seperti Know Your Customer (KYC) akan terintegrasi dengan seluruh penyelenggara fintech. Sehingga, pengguna tak perlu melakukan KYC untuk bisa mengakses platform yang berbeda.

“KYC bisa dijalankan satu kali saja, tidak tiap mau buka akun harus KYC. Maka harus ada payung hukumnya, saat ini masih abu-abu tanpa UU PDP.”

Kabar terkini, Anggota Komisi I DPR Mukhlis Basri mengatakan parlemen masih terus membahas RUU PDP. Menurut dia, ada 228 dari 371 daftar inventarisasi masalah yang belum dibahas oleh DPR dan pemerintah.

“Mayoritas berkaitan dengan penyelenggaraan dan kelembagaan pengawas pelaksanaan UU PDP,” kata Mukhlis.

Alotnya pembahasan di Senayan membuat RUU PDP masuk dalam 40 Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.