<p>Ilustrasi rokok linting / id.quora.com</p>
Nasional

Cukai Melangit, Rokok Tingwe Akhirnya Jadi Pilihan Terakhir

  • peralihan konsumsi atau downgrading pengguna rokok ke rokok linting bukan rokok buatan pabrik. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi pada rokok industri.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Indonesia merupakan salah satu negara produsen tembakau di dunia. Bahkan Rokok merupakan produk tembakau yang masih menjadi persoalan sulit yang tidak bisa dilepaskan secara mudah di Indonesia.

Pemerintah menyiapkan berbagai macam kebijakan untuk mengurangi prevelensi perokok di Indonesia. Salah satunya melalui menaikkan tarif cukai rokok dalam dua tahun sekaligus atau yang dikenal dengan kebijakan multiyears. Untuk 2023-2024 kenaikan cukai rokok akan dikenakan sebesar 10%.

Tidak hanya cukai hasil tembakau (CHT) yang dikenakan kebijakan tarif multiyears pada tahun 2023 dan 2024 untuk jenis sigaret kretek tangan (SKT) kenaikan multiyears di angka 5%.

Sedangkan untuk produk rokok elektrik akan dikenakan juga sebesar 15% dan hasil pengolahan tembakau lainnya dikenakan tarif cukai sebesar 6% per tahun.

Namun  kebijakan ini menimbulkan berbagai macam respons. Salah satunya terjadi peralihan konsumsi atau downtrading pengguna rokok. Tidak hanya  ke rokok yang lebih murah tetapi ke rokok lintingan sendiri atau sering dikenal dengan tingwe (nglinting dewe), bukan rokok buatan pabrik. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi pada rokok industri.

Lalu apa yang membuat pengguna rokok ini lebih memilih downtrading ke rokok yang lebih murah?

Indra Nur (30) salah satu pengguna rokok linting mengaku, alasan peralihan konsumsi rokok lintingan karena lebih hemat. Kenaikan harga rokok pabrik semakin mahal .

"Seiring dengan kenaikan harga rokok setiap tahun, biayanya jadi semakin berat juga rasanya. Dulu waktu masih SMA, rokok itu dengan Rp2.000 saja sudah bisa dapat tiga batang. Waktu kuliah, untuk satu batang saja tidak cukup karena sebatangnya bisa sampai Rp2.500," katanya kepada TrenAsia.com pada Selasa, 21 Mei 2024.

Lebih lanjut Indra mencontohkan hitungan penggunaan tembakau lintingan,di harga Rp11.000 per 80 gram. Ditambah dengan papir Rp2.000, total sekitar Rp13.000 sekali membeli dan bisa dipakai untuk dua hari.

Ketidakjangkauan rokok buatan pabrik semakin tahun menurutnya tak mempengaruhi para perokok yang telah kecanduan terhadap nikotin ini. Adapun di lingkungan sekitarnya lebih memilih untuk mengurangi pembelian rokok bukan karena harga.

Sedangkan pengguna rokok lainnya bernama Agus (28)  mengatakan, alasan melakukan peralihan konsumsi atau downgrading rokok ke linting juga dari segi harga yang murah.

"Kalau memilih rokok linting dibanding yang konvensional karena pertama, dari segi harga jauh lebih murah. Estimasinya kalau rokok pabrik seminggu bisa habis sekitar Rp200 ribuan, kalau linting Rp200.000  bisa untuk hampir sebulan. Artinya bisa lebih hemat,"katanya.

Beda Rokok Linting dan Konvensional

Indra berpikir tembakau lintingan itu lebih baik karena tidak ada proses kimiawi di pabrik meskipun ini mungkin sekadar teori yang beredar di kalangan perokok tembakau lintingan. Namun, tembakau lintingan itu ketika dihisap memang tidak "sekenyang" rokok konvensional.

Sehingga jumlah yang dihisap setiap harinya juga jadi lebih banyak. Menurut Indra dari segi kepuasan  rokok lintingan itu mencakup sekitar 60% dari rokok biasa

"Ketika mau mulai berganti lagi ke rokok konvensional, akhirnya malah jadi lebih boros karena sudah terbiasa menghisap banyak. Makanya tembakau lintingan itu tetap dibeli supaya pembelian hariannya tidak membeludak,"lanjutnya.

Sedangkan Agus, merasa rokok linting lebih terasa cita rasa merokoknya dan ada sensasi kepuasannya tersendiri dari proses melintingnya.

Bahkan menurut Agus untuk rasa rokok linting dengan rokok konvensional memiliki perbandingan 60:40, namun jika ingin mudah dan cepat Agus memilih rokok konvensional.