
Daftar Perusahaan Penyebab Bencana Alam di Cijeruk dan Sukabumi
- Pelanggaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut berdampak buruk pada ekosistem. Pembabatan hutan tanpa kajian lingkungan mengakibatkan hilangnya penyerapan air hujan, yang meningkatkan aliran permukaan dan memperparah risiko banjir.
Nasional
SUKABUMI - Sejumlah perusahaan di wilayah Cijeruk dan Sukabumi mendapat sorotan tajam dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akibat pelanggaran tata kelola lingkungan yang berpotensi menyebabkan bencana alam.
“Melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, kami sudah verifikasi lapangan dilakukan dan ditemukan sejumlah pelanggaran serius yang berkontribusi terhadap bencana banjir, longsor, dan degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS),” papar Menteri Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Selasa, 25 Maret 2025.
Aktivitas ilegal mereka dinilai dapat berkontribusi terhadap banjir, longsor, serta degradasi daerah aliran sungai (DAS), yang berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS)
KLH menemukan dua perusahaan yang melakukan pembangunan tanpa izin dan kajian lingkungan di Cijeruk. PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) membuka lahan seluas 40 hektare untuk ekowisata tanpa izin resmi dan dokumen lingkungan.
Selain itu, perusahaan ini tidak menyediakan sistem pengelolaan air larian, yang meningkatkan risiko erosi dan banjir.
PT Amoda
Sementara itu, PT Amoda membangun hotel di lereng curam tanpa persetujuan lingkungan, yang memicu longsor di sekitar mata air Sungai Cibadak, sumber air penting bagi masyarakat setempat.
Menanggapi pelanggaran ini, KLH telah memerintahkan penghentian sementara semua kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda hingga seluruh perizinan dan persyaratan lingkungan dipenuhi.
Selain Cijeruk, KLH juga mengungkap beberapa pelanggaran berat di Sukabumi yang merusak lingkungan secara signifikan.
“Kami minta penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda, sampai semua dokumen lingkungan dan perizinan dipenuhi sesuai regulasi,” kata Hanif.
- IHSG Kembali Terkoreksi, Ini Kata Pemerintah dan Ekonom
- Jadi Dewan Pengarah, Ini Tugas Jokowi dan SBY di Danantara
- Tidak Asal Bicara, Inilah 3 Sosok Juru Bicara Top Indonesia
CV Java Pro Tam
CV Java Pro Tam meninggalkan lahan tambang seluas 4,74 hektare tanpa reklamasi sejak 2022, meskipun telah menyetor dana reklamasi.
“Berdasarkan asas contrarius actus, kami akan meminta Dirjen Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM untuk memerintahkan pelaksanaan reklamasi segera,” ungkap Hanif.
CV Duta Limas
CV Duta Limas melakukan aktivitas penambangan zeolit dan batu gamping tanpa dokumen lingkungan serta melanggar kaidah pertambangan, yang menyebabkan kerusakan ekosistem sekitar.
PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA)
Sementara itu, PT Japfa Comfeed mengelola peternakan ayam di lahan seluas 60 hektare tanpa Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan belum memenuhi standar pengelolaan limbah B3, yang berpotensi mencemari lingkungan serta sumber air warga.
KLH telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah untuk memastikan reklamasi lahan serta pemulihan lingkungan akibat aktivitas ilegal ini.
Pelanggaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut berdampak buruk pada ekosistem. Pembabatan hutan tanpa kajian lingkungan mengakibatkan hilangnya penyerapan air hujan, yang meningkatkan aliran permukaan dan memperparah risiko banjir.
- IHSG Kembali Terkoreksi, Ini Kata Pemerintah dan Ekonom
- Jadi Dewan Pengarah, Ini Tugas Jokowi dan SBY di Danantara
- Tidak Asal Bicara, Inilah 3 Sosok Juru Bicara Top Indonesia
Selain itu, terjadi erosi dan sedimentasi sungai yang menyebabkan pendangkalan sungai dan memperburuk banjir. Tanah longsor di daerah curam juga menjadi ancaman akibat hilangnya akar pohon yang sebelumnya berfungsi sebagai penyangga tanah.
Tidak hanya itu, perubahan pola iklim lokal dapat meningkatkan curah hujan ekstrem dan memperburuk bencana hidrometeorologi. Sebagai respons atas pelanggaran ini, KLH telah menerapkan sanksi administratif hingga pidana bagi perusahaan yang melanggar.
“Kita tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang mengabaikan alam. Ketika aturan dilanggar, dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir," ujar Hanif.
KLH juga memperketat pengawasan terhadap pembangunan dan aktivitas pertambangan di kawasan rawan bencana serta menggalakkan kerja sama lintas sektor untuk mendorong pembangunan yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
KLH menegaskan bahwa setiap perusahaan harus mematuhi regulasi lingkungan demi menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi masyarakat dari risiko bencana yang lebih besar di masa depan.