Daftar Perusahaan Rokok Terbesar di Indonesia
- Industri rokok merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi signifikan bagi pemerintah dan masyarakat, sehingga produktivitas dalam industri ini memiliki potensi yang besar.
Nasional
JAKARTA – Jumlah perokok aktif di Indonesia semakin meningkat. Menurut data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, di mana 7,4% di antaranya merupakan perokok yang berusia 10 hingga 18 tahun.
Industri rokok merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi signifikan bagi pemerintah dan masyarakat, sehingga produktivitas dalam industri ini memiliki potensi yang besar. Perusahaan rokok adalah perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur yang mengolah tembakau menjadi rokok, yang juga dikenal sebagai Industri Hasil Tembakau (IHT).
Tembakau telah memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara dan menciptakan jutaan lapangan kerja berkat berdirinya pabrik-pabrik rokok. Pabrik rokok menjadi tempat penyerapan hasil panen dari para petani untuk diolah menjadi berbagai jenis dan merek rokok yang beredar di pasaran.
- Wejangan Warren Buffett: 7 Kebiasaan Ini Bikin Awet Miskin
- Filosofi Tembakau dalam Kebudayaan Timur: Antara Ritual, Kehidupan Sosial, dan Kearifan Lokal
- Cara Mudah Memulai Bisnis Franchise Es Teh Nusantara
Terkait hal tersebut, berikut beberapa perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Yuk, simak!
Perusahaan Rokok Terbesar di Indonesia
Berikut daftar perusahaan rokok terbesar di Indonesia:
1. PT HM Sampoerna Tbk
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (Sampoerna) telah memainkan peran signifikan dalam industri tembakau Indonesia selama lebih dari satu abad sejak didirikan pada tahun 1913, terkenal dengan produknya Dji Sam Soe, yang dijuluki “Raja Kretek” yang legendaris.
Mulanya, perusahaan ini adalah industri rokok rumahan yang didirikan oleh pasangan suami istri imigran dari Fujian, China, Liem Seeng Tee dan Siem Tjiang Nio. Pada tahun 1930, usaha yang berlokasi di Surabaya, Jawa Timur, ini resmi diberi nama NVBM Handel Maatschapij Sampoerna.
Pada tahun 1930, usaha yang terletak di Surabaya, Jawa Timur, ini resmi diberi nama NVBM Handel Maatschapij Sampoerna. Awalnya Liem Seeng Tee hanya menjalankan usaha rokok kecil-kecilan di warung dan berkeliling menggunakan sepeda.
Kesuksesan bisnis sigaret Liem Seeng Tee mengalami kemunduran setelah Jepang mengambil alih kekuasaan di Indonesia pada tahun 1942. Tahun 1956, ketika perusahaan dalam masa pemulihan, keluarga pendiri pabrik merasakan duka karena Liem Seeng Tee mengikuti kepergian istrinya yang telah meninggal dunia dua tahun sebelumnya.
NVBM Handel Maatschapij Sampoerna akhirnya mengalami kebangkrutan akibat persaingan dengan investor asing yang mulai memasuki pasar sigaret kretek linting. Tahun 1965, perusahaan ini diambil alih oleh putra Liem, Aga Sampoerna.
Aga kemudian melakukan modernisasi manajemen dan mengganti nama perusahaan rokok ayahnya menjadi HM Sampoerna pada tahun 1963. Ia juga lebih fokus pada produksi rokok kretek, mengingat tingginya popularitas sigaret cengkih di Indonesia.
Dilansir dari sampoerna.com, selama lebih dari 111 tahun, perusahaan ini telah menjadi pemimpin pasar di Indonesia, mencapai pangsa pasar sebesar 28,6% di industri rokok pada tahun 2023. Sampoerna adalah pelopor dalam kategori rokok Kretek Mesin Rendah Tar (SKM LT) di Indonesia, yang pertama kali memperkenalkan Sampoerna A pada tahun 1989.
Perusahaan ini juga memproduksi beberapa merek rokok kretek (cengkeh) paling terkenal, termasuk Dji Sam Soe Magnum, Marlboro Filter Black, dan Sampoerna Kretek. Sampoerna adalah anak perusahaan dari PT Philip Morris Indonesia (PMID) dan afiliasi Philip Morris International Inc. (PMI) sejak 2005. PMI adalah perusahaan tembakau internasional terkemuka dengan merek globalnya, Marlboro.
Ruang lingkup kegiatan perusahaan mencakup produksi, perdagangan, dan distribusi rokok, distribusi merek Marlboro, yang merupakan salah satu merek rokok internasional terkemuka yang diproduksi oleh PMID. Tim manajemen Sampoerna yang berpengalaman memanfaatkan praktik terbaik global dan sistem kelas dunia untuk mengelola lebih dari 90.000 karyawan, baik langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, Sampoerna menjalin kemitraan dengan 43 Operator Pihak Ketiga yang dimiliki dan dioperasikan oleh koperasi atau pengusaha lokal. Perusahaan ini juga menjual dan mendistribusikan rokok melalui 109 lokasi, termasuk kantor cabang zona, kantor penjualan, dan pusat distribusi di seluruh Indonesia.
2. PT Gudang Garam Tbk
Dilansir dari gudanggaramtbk.com, perusahaan rokok Gudang Garam adalah salah satu industri rokok terkemuka di Indonesia yang didirikan pada tahun 1958 di kota Kediri, Jawa Timur. Saat ini, Gudang Garam telah dikenal luas baik di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai produsen rokok kretek berkualitas tinggi.
Pabrik ini didirikan Tjoa Jien Hwie, yang dikenal sebagai Surya Wonowidjoyo. Surya awalnya bekerja sebagai karyawan di pabrik sigaret Cap 93 yang terkenal di Jawa Timur. Berkat kerja keras dan ketekunannya, ia mendapatkan promosi dan akhirnya menjabat sebagai direktur.
Tahun 1956, Surya memutuskan untuk meninggalkan Cap 93 dan memulai usaha sigaretnya sendiri. Ia mendirikan usaha sigaret rumahan yang dinamakan Inghwie pada tahun 1958, dengan produk andalan rokok klobot atau Sigaret Kretek Klobot-Linting (SKL) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Dua tahun kemudian, nama Inghwie diubah menjadi Gudang Garam.
Gudang Garam mulai mengembangkan unit produksinya dengan membeli lahan seluas 1.000 meter². Perusahaan sigaret terus tumbuh dan akhirnya memiliki kantor di Kediri, Pasuruan, dan Jakarta. Produk unggulan perusahaan ini adalah sigaret kretek merek Gudang Garam Merah. Untuk rokok dengan kandungan nikotin rendah, tersedia Gudang Garam Mild yang diproduksi di Pasuruan, Jawa Timur.
Pada tahun 1966, perusahaan ini menjadi produsen sigaret kretek tangan (SKT) terbesar, dengan ribuan karyawan yang memproduksi hingga 50 juta batang SKT per bulan. Tahun 1973, PT Gudang Garam mulai mengekspor rokok hasil produksinya ke luar negeri. Sejak saat itu, produk rokok dari PT Gudang Garam menjadi terkenal di kancah internasional sebagai rokok Indonesia.
Hingga akhir tahun 2017, jumlah karyawan Gudang Garam melebihi 35 ribu orang. Pada tahun yang sama, perusahaan ini berhasil menjual 78,7 miliar batang sigaret dan mencatatkan laba bersih sebesar 7,8 triliun rupiah.
3. PT Djarum
Brak kretek pertama Djarum didirikan oleh Oei Wie Gwan pada 21 April 1951 di Kudus, Jawa Tengah. Sembilan bulan sebelum pendirian, Oei Wie Gwan membeli merek dan lisensi nama Djarum. Dari tahun ke tahun, industri rumahan Djarum terus berkembang dan menjadi merek yang dikenal di tingkat internasional.
Djarum yang namanya diambil dari jarum gramofon, mulai beroperasi dengan hanya 10 pekerja di Jl. Bitingan Baru No. 28 (Jl. A. Yani No. 28) di Kudus. Saat itu, proses peracikan tembakau dan cengkih dilakukan secara manual dengan menggunakan alat-alat sederhana. Usaha sigaret kretek yang masih jatuh bangun itu mengalami musibah kebakaran pada tahun 1963.
Oei Wie Gwan juga ikut melinting kretek di lantai brak ketika tidak mempromosikan dan menjual kretek Djarum di jalanan kota Kudus. Peminat terhadap racikan kretek linting tangan Djarum semakin meningkat berkat kualitas dan cita rasanya yang selalu konsisten.
Oei Wie Gwan tutup usia pada tahun 1963. Namun, perusahaan yang didirikannya tetap bertahan dan berkembang pesat menjadi salah satu perusahaan kretek terbesar dan paling sukses saat ini, di bawah kepemimpinan serta visi kedua anaknya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono.
Produk andalan dari salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia ini adalah Djarum Super. Sigaret ini dipasarkan tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di tingkat internasional, khususnya di Amerika Serikat.
Pada tahun 2017, PT Djarum memiliki lebih dari 75 ribu karyawan dan berhasil menjual sebanyak 58,8 miliar batang sigaret. Pendapatan PT Djarum tidak dapat diketahui karena perusahaan ini tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Dilansir dari djarum.com, sejak pertama kali memasuki pasar internasional pada tahun 1970-an, ekspor produk tembakau Djarum tumbuh pesat, didorong oleh meningkatnya kesadaran dan penghargaan terhadap cita rasa kretek yang unik. Kini, produk-produk Djarum tersebar di lima benua.
Pasar ekspor utama meliputi Australia, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia Timur, Asia Tenggara, Timur Tengah, Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Di Malaysia, L.A. Lights Menthol telah meraih kesuksesan karena dikaitkan dengan gaya hidup yang modern. Tidak ingin berpuas diri, Djarum terus berinovasi untuk menciptakan produk-produk baru guna menjangkau pasar yang lebih luas.
4. PT Bentoel Internasional Investama Tbk
Selama lebih dari delapan dasawarsa, Bentoel Group telah menjadi perusahaan tembakau terbesar keempat di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1931 oleh Ong Hok Liong dengan nama Strootjes Fabriek Ong Hok Liong, yang memproduksi merek lokal terkenal seperti Bentoel Biru, Tali Jagat, Bintang Buana, Sejati, Neo Mild, dan Uno Mild.
Pada tahun 1954, Ong Hok Liong mengganti nama pabriknya menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel. Perusahaan ini menjadi pelopor dalam produksi sigaret kretek mesin berfilter yang mulai membungkus kemasan rokok dengan plastik pada era 1960-an.
Dilansir dari bentoelgroup.com, Bentoel Group adalah bagian dari British American Tobacco (BAT) Group, sebuah perusahaan tembakau global yang memiliki jaringan di lebih dari 180 negara. Keanggotaan ini memungkinkan perusahaan untuk menambahkan merek global seperti Dunhill dan Lucky Strike ke dalam portofolionya.
Merek rokok andalan PT Bentoel yang dijual di Indonesia adalah Bintang Buana, Sejati, Dunhill, Lucky Strike, dan lainnya. Hingga akhir tahun 2017, perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 6.000 orang dan mencatat pendapatan laba kotor sebesar 2,09 triliun rupiah.
5. PT Wismilak Inti Makmur Tbk
PT Gelora Djaja adalah perusahaan rokok asal Indonesia yang didirikan pada tahun 1962 di Surabaya. Perusahaan ini didirikan Oei Bian Hok bersama pasangan suami istri, Lie Koen Lie dan Liem Sien Nio. Liem Sien Nio adalah anak ketiga dari Liem Seeng Tee, pendiri HM Sampoerna.
PT Gelora Djaja memiliki produk unggulan Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan merek Galan. Pada tahun 1963, perusahaan ini mulai memproduksi sigaret baru dengan merek Wismilak Kretek Special. Dari awalnya hanya memiliki 10 karyawan, perusahaan ini berkembang hingga mempekerjakan ribuan orang untuk memenuhi tingginya permintaan pasar.
Untuk mempermudah pemasaran produk sigaret, dibangunlah PT Gawih Jaya pada tahun 1983. Nama gawih merupakan akronim dari Galan-Wismilak-Hidup Subur, yang merupakan merek-merek awal dari PT Gelora Djaja.
Tahun 1989, perusahaan meluncurkan merek Wismilak Diplomat, yaitu produk Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang menggunakan campuran tembakau dan cengkih berkualitas premium. Saat itu, produk ini menjadi rokok pertama di Indonesia yang dijual dengan harga premium atau di atas rata-rata.
PT Wismilak Inti Makmur didirikan pada tahun 1994 sebagai pusat perusahaan yang menaungi PT Gelora Djaja (produsen) dan PT Gawih Jaya (distributor). Nama Wismilak berasal dari frasa dalam bahasa Inggris wish me luck yang berarti doakan saya berhasil.
6. PT Nojorono Tobacco International
Nojorono Tobacco International (NTI) adalah pabrik sigaret yang berlokasi di Kudus, Jawa Tengah. Nojorono Kudus yang dikenal sebagai pemilik merek dagang Minak Djinggo dan Clas Mild.
NTI awalnya didirikan dengan nama PT Trio pada 11 Februari 1932 oleh tiga keluarga, yaitu Tjoa Kang Hay, Tan Tjiep Siang, dan Tan Kong Ping. Kemudian, Tjoa Kang Hay mengajak keluarga Ko Djie Siong dan Tan Djing Dhay untuk bergabung, dan akhirnya PT Trio berganti nama menjadi Nojorono.
Inovasi pembuatan sigaret yang paling dikenal dari PT NTI adalah penggunaan parafin dalam membuat rokok, sehingga rokok yang dihasilkan menjadi tahan air. Meskipun merek Minak Djinggo jarang ditemukan di pasar tradisional, sigaret ini tetap populer di kalangan pelaut dan nelayan.
- Harga Emas Hari Ini Diam di Tempat, Simak Rinciannya
- INDF hingga KLBF Pimpin LQ45 Pagi Ini
- IHSG Hari Ini 04 November 2024 Dibuka Naik 3,13 ke 7.508,38
Di sisi lain, merek Class Mild, yang dikenal sebagai sigaret Low Tar Low Nikotin (LTLN), menjadi produk kretek filter yang sangat diminati. Dua tahun setelah peluncuran perdananya pada tahun 2003, Class Mild berhasil menjadi merek kretek filter rendah nikotin dengan penjualan terbaik kedua di Indonesia, di bawah A Mild dari HM Sampoerna.
Perusahaan ini juga memproduksi berbagai produk lainnya, seperti Aroma, Nikki Super, Jazy Mild, Maraton Kretek, dan masih banyak lagi.