Daisy Taniredja, Dedikasi untuk Koperasi dan Kesederhanaannya
- Soal koperasi, memang tidak banyak yang mengetahui peranan Daisy. Orang ini memang tidak banyak bicara, tapi banyak mendukung di belakang secara konkret usaha pengembangan koperasi.
Kolom
Kolom ini ditulis Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto
Kebahagian itu kadang sangat sederhana, seperti sekadar bertemu dan ngobrol sembari minum atau makan dengan sahabat. Seperti pertemuan hari Sabtu, 3 Agustus 2024, pertemuan saya bersama Robby Tulus (84) dan Daisy Taniredja (88).
Saya jemput Robby yang menginap di hotel di daerah Jakarta Pusat. Kami berdua naik kereta komuter ke rumah Daisy di Depok, Jawa Barat. Robby, tokoh koperasi yang dikenal secara luas di kalangan gerakan koperasi nasional dan internasional ini memang sudah tinggal dan menjadi warga negara Kanada.
Dia di Indonesia dalam rangka memberikan nasihat pengembangan koperasi. Robby adalah guru koperasi saya. Persahabatan kami sudah terjalin lama sejak tahun 2000. Saya mengenal Daisy juga melalui Robby.
Sementara itu, Daisy adalah salah satu perintis awal koran KOMPAS bersama PK Ojong dan Jacob Oetama yang berkantor di daerah Harmoni, Jakarta Pusat. Salah satu peninggalannya untuk usaha media adalah model iklan koran kecik atau iklan baris yang memungkinkan orang-orang kecil beriklan di koran.
Soal koperasi, memang tidak banyak yang mengetahui peranan Daisy. Orang ini memang tidak banyak bicara, tapi banyak mendukung di belakang secara konkret usaha pengembangan koperasi.
Daisy sejak muda, begitu pulang kantor dari KOMPAS, membantu Robby secara volunteer mengembangkan Koperasi Kredit (Credit Union) melalui CUCO (Credit Union Conseling Office).
Kantornya kebetulan tidak terlalu jauh dari KOMPAS. CUCO (Credit Union Conseling Office) atau Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) ini dirintis tahun 1970-an oleh Pater Abrecht Kariem Arbie, SJ. Pater Albrecht memimpin CUCO hanya selama satu tahun, lalu kepemimpinan CUCO diserahkan kepada Robby.
Daisy secara partimer mendukungnya. Saat ini gerakan ini telah menghasilkan 900 an koperasi kredit (Credit Union) di tingkat primer dengan anggota 4,6 juta anggota individu dengan asset mandiri hingga 47 trilyun rupiah.
Diketahui, Pater Albrecht, perintis CUCO ini meninggal tertembak pada saat pergolakkan terjadi Dili, Timor Leste tahun 1999 dan dimakamkan di sana. Untuk mengenang banyak jasa jasanya dan juga karya sosial Pater Albrecht, Daisy bersama beberapa imam dari Ordo Jesuit dan awam dirikan Yayasan Albrecht Kariem Arbie (YAKA).
Melalui sponsorship YAKA, Robby sebagai penasihat YAKA pada tahun 2010 mengembangkan program kaderisasi kepemimpinan. Tujuanya adalah membentuk jaringan kader yang berkarakter kuat dan juga berkomitmen dalam pengembangan lembaga sosial ekonomi masyarakat.
Program tersebut dinamakan Kaderisasi Kolega Sosial Ekonomi Strategis Indonesia (K3SI). Dengan dukungan penuh Daisy, Robby berhasil selenggarakan program kaderisasi awal hingga 8 volume di 5 propinsi di Jawa, Sumatra, NTT, Kalbar, hingga Ambon. Kebetulan saya adalah bagian dari kader pertama.
Dari kegiatan kaderisasi ini lahir dua organisasi penting. Organisasi itu yakni Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), sebuah lembaga think tank sosial ekonomi dan Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) yang merupakan federasi nasional dari koperasi sektor riil (KSR), di mana saya saat ini terlibat aktif sebagai ketua AKSES sekaligus CEO INKUR.
AKSES saat ini telah memiliki 376 orang kader aktif yang tersebar di tanah air. INKUR sendiri sudah memiliki 22 koperasi primer yang bergerak di bidang koperasi konsumsi, Agrobisnis, Eco Tourism, jasa perhotelan dan lain lain.
Pribadi Sederhana
Daisy memang bertangan dingin. Melalui dukungannya, mimpi-mimpi sederhana menjadi mudah terwujud. Dia dalam banyak sesi kaderisasi awal juga masih sering ikut. Bahkan sampai di pelosok Tobelo, Maluku Utara. Daisy pribadi yang sederhana. Kalau diminta pidato kalimatnya sangat singkat tapi mendasar.
Seperti misalnya pesan yang disampaikan kepada kader AKSES, "Kepemimpinan berkarakter itu muncul karena memegang nilai nilai penting yang diyakini dan dipertahankan. Ini sangat penting, misalnya kejujuran dan keberanian. Dengan kejujuran dan keberanian orang mungkin banyak yang tidak suka, tapi hal tersebut akan datangkan banyak manfaat.”
Dia juga pernah bercerita, ketika dia memimpin usaha periklanan di KOMPAS, dia dengan berani menolak iklan dari keluarga para petinggi pemerintah yang datang memaksa agar iklannya diberikan prioritas segera terbit. Bahkan pengiklan itu sampai dengan menancapkan belati di mejanya. Tapi dia tetap memegang prinsip tetap harus antre.
Daisy yang sudah tidak bisa pergi terlalu jauh karena fisiknya yang mulai melemah itu terlihat masih sangat jernih pemikiranya. Dia senang mendengarkan cerita tentang perkembangan Koperasi. Ttu terlihat dari senyumnya yang semringah. Tak lupa dia juga menanyakan tokoh tokoh CU seperti Pak Sitanggang, Pak Florus dan lain lain.
Pertemuan kami selain temu kangen, sesungguhnya Daisy sedang mengajak kami untuk selenggarakan kegiatan sederhana untuk memperingati 25 tahun meninggalnya dua orang Imam Jesuit penting yang meninggal di Timor Leste ketika masa pergolakkan politik, yaitu alm. Pater Albrecht Kariem Arbie, SJ pendiri Credit Union Indonesia dan Pater Tarcisius Dewanto, SJ.
Semoga kesehatan dan kebahagiaan selalu melekat untuk Daisy. Terima kasih atas dedikasi dan ajaran kesederhanaanmu.