<p>Fadjroel Rachman (Juru Bicara Presiden), Joko Widodo (Presiden), Ma&#8217;ruf Amin (Wakil Presiden)</p>
Nasional

Dampak Pembatasan Sosial Skala Besar dan Darurat Sipil yang Disebut Jokowi

  • Presiden Joko Widodo menetapkan tahapan baru dalam berperang melawan COVID-19 yakni kebijakan pembatasan sosial berskala besar dengan status darurat sipil.

Nasional
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

Presiden Joko Widodo menetapkan tahapan baru dalam berperang melawan COVID-19 yakni kebijakan pembatasan sosial berskala besar dengan status darurat sipil.

Presiden juga meminta masyarakat untuk patuh menjaga jarak fisik (physical distancing) dilakukan lebih tegas, disiplin, dan efektif.

“Saya minta agar segera disiapkan aturan pelaksanaannya yang lebih jelas sebagai panduan-panduan untuk provinsi, kabupaten, dan kota sehingga mereka bisa kerja,” jelas Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Bogor melalui video conference, Senin, 30 Maret 2020.

Hingga hari yang sama, jumlah kasus positif mencapai 1.414 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 75 orang dinyatakan sembuh sedangkan 122 lainnya meninggal dunia.

Apa itu pembatasan sosial skala besar?

Pembatasan sosial skala besar merupakan salah satu bentuk kekarantinaan kesehatan. Langkah ini dilakukan untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit seperti diatur dalam pasal 59 ayat 2 Undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam pasal 59 ayat 3 tertulis, pembatasan sosial berskala besar meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Sementara kriteria dan pelaksanaaan karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan pembatasan sosial, akan diatur kemudian dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Lantas, apa itu status darurat sipil?

Status darurat sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Perppu yang ditandatangani Presiden Sukarno pada 16 Desember 1959 itu untuk mengganti Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957.

Pada Pasal 1 menyebutkan, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian wilayah Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang.

Kemudian, dalam pasal 3 ditegaskan, penguasa keadaan darurat sipil adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat.

Dampak penetapan status darurat sipil cukup luas. Di antaranya, pada pasal 18 disebutkan Penguasa Darurat Sipil berhak membuat ketentuan bahwa untuk mengadakan rapat-rapat umum, pertemuan-pertemuan umum dan arak-arakan harus dilakukan dengan izin tertentu. lzin ini oleh Penguasa Darurat Sipil diberikan penuh atau bersyarat.

Penguasa Darurat Sipil juga berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk beberapa waktu yang tertentu.

Kemudian, pada pasal 19 disebutkan bahwa Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah.

Pada Pasal 20, disebutkan Penguasa Darurat Sipil berhak memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain. (SKO)