<p>Ilustrasi bank / Shutterstock</p>
Industri

Dampak Pengesahan UU PPSK untuk Perbankan: BPR Bisa IPO!

  • Sebagai bagian dari industri keuangan, perbankan pun tentunya akan terdampak oleh pengesahan UU yang biasa disebut juga sebagai Omnibus Law Keuangan.

Industri

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Rancangan Undang-undang (RUU) Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (PPSK) baru saja disahkan pekan lalu dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sebagai bagian dari industri keuangan, perbankan pun tentunya akan terdampak oleh pengesahan UU yang biasa disebut juga sebagai Omnibus Law Keuangan.

Berikut ini TrenAsia merangkum beberapa dampak dari pengesahan UU PPSK bagi industri perbankan:

1. Pergantian Nama Bank Perkreditan Rakyat

UU PPSK mengatur pergantian penyebutan untuk Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat.

Perubahan nama itu diinisiasi untuk menaikkelaskan citra BPR di masyarakat. Dengan begitu, BPR pun lebih dituntut untuk berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian nasional bersama perbankan konvensional.

Dengan pergantian nama ini juga, BPR diproyeksikan untuk melayani layanan keuangan seperti bank konvensional di samping menyalurkan kredit, misalnya penukaran valuta asing dan transfer dana.

2. BPR Bisa Melantai di Bursa

Dengan pengesahan UU PPSK, terbuka kesempatan bagi BPR untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui mekanisme penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO).

Syarat atau ketentuan BPR dalam melakukan IPO dalam hal ini diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, belum ada aturan secara jelas yang mengatur mekanisme IPO untuk BPR dari OJK.

3. Transformasi Unit Syariah Menjadi Bank Umum Syariah Diatur oleh OJK

Sebelumnya diatur mengenai kewajiban spin-off bagi Unit Usaha Syariah (UUS) yang tenggat waktunya ditetapkan hingga akhirnya Juni 2023 sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Namun, dengan pengesahan Omnibus Law Keuangan, kewajiban transformasi UUS menjadi Bank Umum Syariah (BUS) akan ditetapkan oleh OJK.

Wewenang yang diberikan kepada OJK dalam hal ini diharapkan dapat merelaksasi aturan spin-off agar UUS yang akan bertranformasi menjadi BUS sudah benar-benar siap baik dari segi permodalan maupun infrastruktur.

4. Dihilangkannya Istilah "Bank Gagal"

UU PPSK pun mengatur soal pergantian isilah "Bank Gagal" menjadi "Bank dalam Resolusi".

Bank dalam Resolusi adalah bank yang mengalami kesulitan finansial, kelangsungan usahanya berada di posisi rentan, dan keuangannya tidak bisa disehatkan lagi oleh OJK.

Tidak hanya itu, istilah "Bank Gagal yang Berdampak Sistemik" pun berganti menjadi "Bank Sistemik yang Ditetapkan sebagai Bank dalam Resolusi".

Nantinya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham Bank dalam Resolusi yang bersangkutan.

5. Bank Umum Wajib Menyalurkan Kredit kepada UMKM

Lewat UU PPSK, bank umum dan bank umum syariah diwajibkan untuk menyalurkan kredit minimal 20% kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Bank umum dan syariah juga harus menyalurkan kredit UMKM sembari memperhatikan pemerataan antardaerah.