Dampak Positif dan Negatif Atas Tingginya Suku Bunga Global ke Perbankan Domestik
- Dampak dari kenaikan suku bunga global ini bervariasi untuk perbankan di Indonesia.
Perbankan
JAKARTA - Kenaikan suku bunga global telah memberikan dampak signifikan pada sektor perbankan global. Di Eropa, tren peningkatan deposito terlihat jelas, sementara di Amerika Serikat, dana cenderung berpindah ke investasi seperti reksa dana pasar uang.
Bank yang mampu mengendalikan biaya bunga dengan baik dan menarik lebih banyak deposito menunjukkan kinerja terbaik. Lalu, bagaimana dampaknya di sektor perbankan domestik?
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, memberikan pandangannya mengenai hal ini. Menurutnya, kenaikan suku bunga global, terutama Federal Funds Rate (FFR), telah membuat investasi di US Treasury Bond semakin menarik karena imbal hasil yang tinggi. Suku bunga deposito USD di AS yang mencapai 5,25%-5,75% juga mendukung hal ini.
Akibatnya, permintaan atas USD meningkat, menyebabkan mata uang lain, termasuk Rupiah, terdepresiasi. Dalam enam bulan terakhir, pergerakan nilai tukar IDR/USD cenderung volatil dengan kecenderungan melemah.
- Indonesia Tak Masuk 10 Besar Negara Eksportir Keramik Dunia
- Mengukur Potensi Laba Bersih Empat Perbankan LQ45 di Semester I-2024
- Sederet Pro-Kontra IKN, Ternyata Baru Selesai 15 Persen
Dampak dari kenaikan suku bunga global ini bervariasi untuk perbankan di Indonesia. "Meningkatnya suku bunga global dan fluktuasi nilai tukar menyebabkan mahalnya biaya dana dari luar negeri bagi korporasi," ujar Dian Ediana Rae melalui jawaban tertulis, dikutip Rabu, 17 Juli 2024.
Namun, dari sisi fungsi intermediasi, hal ini memberikan dampak positif bagi pertumbuhan kredit perbankan domestik, terutama kredit produktif. Kredit perbankan domestik semakin menarik bagi korporasi dalam negeri.
Untuk memperkuat stabilitas nilai Rupiah dari dampak kenaikan suku bunga global, suku bunga acuan di Indonesia telah meningkat secara bertahap dari 3,50% menjadi 6,25% dalam kurun waktu kurang dari dua tahun. Meskipun peningkatan suku bunga acuan berdampak pada peningkatan biaya dana perbankan atau biaya bunga Dana Pihak Ketiga (DPK), perbankan Indonesia lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga kredit.
"Ini bisa menyebabkan tekanan pada profitabilitas perbankan, namun profitabilitas perbankan Indonesia masih sangat baik, didukung oleh pertumbuhan kredit, NIM, dan ROA yang tetap tinggi meskipun sedikit menurun," jelas Dian Ediana Rae.
Pertumbuhan DPK perbankan meskipun lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, tetap lebih rendah dibandingkan kredit. Pertumbuhan DPK yang melambat terutama pada deposito, dipengaruhi oleh banyaknya alternatif instrumen penempatan dana selain deposito perbankan.
- Link Live Streaming Belanda Vs Inggris di Semifinal Euro 2024
- Garuda Indonesia (GIAA) Bakal Gelar RUPSLB, Ada Apa?
- Setelah 30 Tahun, AS akan Tempatkan Lagi Rudal Terlarang di Jerman
"Gap antara pertumbuhan kredit dan DPK menyebabkan bank melakukan penjualan surat berharga dan mengurangi alat likuid. Hal ini juga menekan likuiditas perbankan, meskipun rasio likuiditas bank masih di atas threshold dan lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi," tambah Dian.
Secara keseluruhan, kenaikan suku bunga global memberikan tantangan dan peluang bagi perbankan Indonesia. Meskipun ada tekanan pada biaya dana dan profitabilitas, potensi pertumbuhan kredit dan pengelolaan likuiditas yang baik tetap memberikan prospek positif bagi sektor perbankan domestik. Dian Ediana Rae menegaskan bahwa OJK akan terus memantau perkembangan ini untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan di sektor perbankan Indonesia.