Nasional

Dana Otsus, Kontributor Utama Pembangunan yang Tak Kunjung Ungkit Ekonomi Papua

  • Dana otonomi khusus (otsus) merupakan kontributor utama pembangunan di provinsi Papua. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut 60% sumber dana pembangunan berasal dari anggaran otsus.

Nasional
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Dana otonomi khusus (otsus) merupakan sumber utama untuk pembiayaan pembangunan di provinsi Papua. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut porsi otsus mencapai 60% dari keseluruhan dana pembangunan Papua.

Tito menyebut pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 yang menjadi payung hukum dana otsus tersebut masih dalam tahap pembahasan. Seperti diketahui, dana otsus ini diproyeksikan berakhir pada tahun ini.

“Siklus anggaran yang menjadi pertimbangan, sehingga pembahasan otsus Papua harus tepat waktu. Ini menjadi fokus kita bersama karena menyangkut pembangunan di Papua dan Papua Barat,” kata Tito dalam rapat Panitia Khusus Dana Otsus Papua di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kamis, 24 Juni 2021.

Adapun besaran yang ditetapkan untuk otsus Papua mencapai 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana otsus Papua pertama kali dikucurkan pemerintah pusat pada 2002 dengan nilai mencapai Rp1,38 triliun.

Berdasarkan data Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), besaran otsus Papua dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Realisasinya kemudian berada di angka Rp8,37 triliun pada 2020.

Dalam menggenjot pembangunan, Tito mengungkapkan bakal menambah besaran dana otsus Papua menjadi 2,25% dari DAU jika revisi UU Otsus Papua diketok palu pada tahun ini.

Kenaikan dana otsus Papua itu sejalan dengan arahan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Kemenkeu menghitung pemerintah setidaknya harus merogoh kocek Rp234 triliun untuk alokasi otsus Papua selama dua puluh tahun mendatang, jika revisi UU lolos tahun ini.

Tito juga merencanakan perubahan skema pemberian dana otsus. Menurutnya, sebanyak 1% dana otsus disalurkan dalam bentuk block grant, sementara 1,25% lainnya berupa specific grant yang di earmark.

Indikasi Penyimpangan

Dalam outlook otsus Papua tahun ini, Kemenkeu mencanangkan dana Rp7,5 triliun untuk otsus Papua. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 15/PMK.07/2020.

Meski diklaim sebagai kontributor utama pembangunan, dana otsus Papua bukan berarti bersih ada indikasi penyimpangan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporannya bertajuk Pendapat BPK: Pengelolaan Dana Otsus pada Provinsi Papua dan Papua Barat menemukan sejumlah potensi penyimpangan.

Menurut BPK, pemerintah perlu mempertimbangkan skema penyaluran dana otsus yang berbentuk transfer berbentuk tunai. Hal ini dinilai BPK meninggalkan potensi penyelewengan serta mempersulit penelusuran dana tersebut.

Pencegahan penyelewengan disebut BPK penting karena dana tersebut merupakan sumber pembangunan Papua dan Papua Barat. Dua provinsi tersebut tergolong masih minim menghasilkan dana dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dua provinsi itu masuk dalam daftar 10 provinsi yang belum mandiri dalam pengelolaan fiskal di daerah. Pasalnya, PAD kedua provinsi itu masih minim.

Menurut data Kemenkeu, PAD tahun 2018 Papua tercatat sebesar Rp922,4 miliar (peringkat 24 dari 34 provinsi) dan Papua Barat Rp437,4 miliar (peringkat 30 dari 34 provinsi).

Dua provinsi ini juga masih tertinggal dari segi laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Provinsi Papua baru bisa meninggalkan kontraksi ekonomi pada 2012 dengan raihan 1,72% year on year (yoy).

Provinsi Papua pada tahun lalu mencatatkan pertumbuhan ekonomi di level 2,32% yoy. Nasib tidak lebih baik dialami Papua Barat yang ekonomi terkontraksi 0,77% yoy pada tahun lalu. (RCS)