
Danantara vs Kementerian BUMN: Rawan Tumpang Tindih Kewenangan
- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan, revisi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengkhawatirkan hadirnya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menyebabkan tumpang tindih kewenangan di BUMN itu sendiri.
BUMN
JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan, kehadiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menyebabkan tumpang tindih kewenangan di Kementerian BUMN.
Sekretaris Nasional (Seknas) FITRA Gulfino mengungkap BPI Danantara idealnya dapat mengakselarasi kinerja BUMN untuk lebih menghasilkan dividen bagi negara. Namun di sisi lain, terdapat kewenangan PBI Danantara yang rentan tumpang tindih dengan kewenangan Kementerian BUMN.
"Superholding ini berpotensi mendapatkan handangan dari oligarki yang menikmati status quo kondisi BUMN yang nyaris tidak berkinerja dengan maksimal," katanya dalam keterangan resmi dilansir pada Kamis, 6 Februari 2025.
Tak hanya tentang Danantara, Gulfino juga menjelaskan dalam UU BUMN terkait pengaturan kekayaan BUMN yang dipisahkan dari kekayaan negara untuk memudahkan aksi korporasi.
Berdasarkan catatannya, pada tahun 2024, setidaknya Rp27,4 triliun digelontorkan negara untuk PMN bagi BUMN. Seknas Fitra menilai, pemisahan kekayaan BUMN untuk mempermudah aksi korporasi merupakan hal yang lumrah, namun akan menjadi bola liar, yang apabila tidak terdapat batasan yang jelas terkait aksi korporasi.
"Alih-alih mendapatkan manfaat malah menimbulkan kerugian negara yang terindikasi tindakan korupsi. Hal ini seringkali terjadi, sulit melihat kejernihan dalam aksi korporasi yang mana BUMN tersebut diisi oleh aktor-aktor politik bagian dari balas jasa politik," bebernya.
Gulfino mencontohkan, BUMN harus belajar dari kasus megakorupsi antara PT Timah Tbk dengan Pemerintah Kabupaten Bangka yang membuat negara mengalami kerugian mencapai Rp300 triliun. Hal tersebut terjadi akibat akibat buruknya tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) selama 5 tahun.
RUU BUMN Cacat Formil
Kemudian dari segi proses legislasi berdasarkan pemantauan Indonesian Parliamentary Center dari segi formil penyusunan legislasi DPR RI dan Pemerintah selalu mengabaikan partisipasi publik dalam proses pembahasan.
Sekadar infromasi, bahwa RUU BUMN tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahunan dan tidak masuk dalam carry over dari pembahasan sebelumnya hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai urgensi dan justifikasi penyusunannya.
Padahal penyusunan RUU di luar Prolegnas seharusnya memenuhi kriteria tertentu, seperti keadaan darurat atau kebijakan strategis nasional, yang perlu dijelaskan lebih lanjut oleh pembentuk UU.
Selain itu, RUU BUMN melompati tahapan penyusunan yang harusnya dilakukan seperti tidak di harmonisasi terlebih dahulu di Badan Legislasi sehingga proses pembentukan UU ini dinilai cacat prosedural.
Substansi dalam RUU BUMN berisiko tumpang tindih dengan regulasi yang sudah ada, seperti UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta regulasi sektoral lainnya. Hal ini menunjukkan kurangnya kajian mendalam dalam tahap harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan, yang dapat berujung pada inkonsistensi hukum.
Kejanggalan lain, di lihat dari transparansi pembahasan RUU BUMN tidak dipublikasikan kepada publik terkait naskah akademik dan draft RUU, sehingga menghambat akses publik dalam memberikan masukan. Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2022 Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mensyaratkan bahwa naskah akademik harus tersedia untuk dikaji oleh masyarakat sebelum proses pembahasan lebih lanjut di DPR.
"Jika RUU BUMN diproses dalam waktu yang singkat tanpa diskusi yang memadai, ada risiko legislasi yang bersifat reaktif dan tidak berbasis pada kebutuhan jangka panjang. Legislasi yang terburu-buru sering kali menghasilkan regulasi yang tidak implementatif dan berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari,"tandasnya.